Nalar.ID

AJI: Pola Kekerasan Aparat terhadap Jurnalis Masih Sama

Nalar.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, ada 10 jurnalis yang menjadi korban kekerasan saat unjuk rasa di berbagai daerah dalam menolak RUU KUHP, UU KPK, dan sebagainya, sepanjang 23-24 September 2019 lalu.

Di Jakarta, terverivikasi, ada empat jurnalis mengalami kekerasan. Mereka, yakni kompas.com, IDNTimes.com, dan katadata.co.id. Serta mobil tim reporter Metro TV yang dirusak oleh massa di kawasan Senayan, sekitar pukul 23.00 WIB, tapi tidak ada korban luka.

“Sementara, di Makassar tiga jurnalis, dan tiga di Jayapura, Papua,” kata Ketua Bidang Advokasi AJI Joni Aswira, di Jakarta, Rabu (25/9).

Joni menambahkan, kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terus terulang. Ini sangat merisaukan.

“Kami kuatir, jurnalis sangat rentan dibayangi ancaman. Pola kekerasannya juga sama. Mereka (aparat) tidak mau jurnalis merekam kebrutalan mereka dalam menangani demonstran,” tambahnya.

UU No.40 Tahun 1999

Menurutnya, ini sangat berbahaya. Sebab, seorang jurnalis dibayangi ancaman saat meliput unjuk rasa. Terlebih, para jurnalis ingin melaporkan peristiwa seakurat mungkin sesuai fakta di lapangan.

Dalam hal ini, pihaknya mengapresiasi sejumlah perusahaan media massa yang segera merespon saat jurnalis mengalami tindak kekerasan.

Dalam kesempatan serupa, Kepala Bidang Advokasi LBH Pers Gading Yonggar Ditya memaparkan, tindakan kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya melanggar pidana. Tetapi, ini bentuk upaya menghalangi kerja jurnalistik.

“Sudah diatur di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di UU ini, pers atau jurnalis memiliki hak untuk mencari, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Sementara, siapapun, termasuk militer dan aparat kepolisian yang melalukan upaya kekerasan kepada kerja jurnalistik bisa dipidana,” tutup Gading.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi