Nalar.ID

Ancam Anak, LPAI Minta Hentikan Sponsor, Iklan, dan Promosi Rokok

Nalar.ID – Sejak lama, rokok menjadi persoalan kesehatan global di seluruh dunia. Pasalnya, produk ini memicu kematian. Setiap tahun, lima juta orang di seluruh dunia meninggal akibat merokok. Situasi ini akan terus meningkat seiring waktu.

Sebabnya, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, meminta promosi, iklan dan sponsor rokok, dihentikan. Baik melalui jejaring online atau media penyiaran, hingga iklan konvensional.

Dalam diskusi di Jakarta, menurut pria yang akrab disapa Kak Seto, tayangan iklan rokok di media penyiaran memengaruhi peningkatan jumlah perokok pemula. “Perokok pemula didominasi remaja usia sekolah. Selain pertemanan dan lingkungan sosial, iklan rokok jadi pintu masuk buat perokok pemula,” lanjutnya.

Pihaknya mencatat, ada audisi salah satu perusahaan rokok besar. Ironisnya, lanjutnya, perusahaan itu mengharuskan sang model mengenakan busana sponsor perusahaan rokok itu.

Larangan di Asia

Padahal, iklan rokok dilarang Undang-Undang Kesehatan sebab merupakan zat adiktif. Ketentuan ini juga diatur di Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Di Asia, beberapa negaranya konsisten melindungi anak-anak dari pengenalan rokok. Tapi di sini (Indonesia), usia SMP masih banyak merokok. Ada pula dibawah 5 tahun,” sambungnya.

Selain rokok konvensional, juga marak rokok elektrik atau vape. Pengguna rokok ini banyak dikonsumsi generasi milenial. Sebab itu, pihaknya komitmen melakukan perlindungan anak.

”Perlindungan bukan hanya dari kami (LPAI), tapi semua. Pemerintah, stakeholder, LSM, ormas, dan lainnya. Kalau melindungi anak harus sekampung,” tegasnya.

Selain itu, Kak Seto mengingatkan kepada orang tua atau dewasa, jika mengetahui ada anaknya merokok agar ditegur dan melarang merokok. “Kalau lihat dan mendiamkan (anak merokok), ada sanksi sesuai aturan,” tuturnya.

Di kesempatan serupa, Sekretaris Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Elfansuri mengungkapkan, jumlah perokok anak di Indonesia cukup banyak.

Regulasi 98 Negara

Kata Elfansuri, dari data Reskesdas tahun 2018, prevelensi anak merokok usia 10 hingga 18 tahun, dari tahun ke tahun, kian meningkat. Sementara, data Reskesdas 2013, ada 7,3 persen anak merokok. Kemudian, tahun 2016, sebesar 8,8 persen. Lalu, tahun 2018, sekitar 9,1 persen. “Ini harus menjadi perhatian bersama,” timpal Elfansuri.

Elfansuri menegaskan, harus ada pengendalian rokok yang kuat. Termasuk larangan iklan rokok. Ia menilai, belum ada aturan penggunaan iklan rokok di internet.

Menurutnya, Indonesia belum memiliki regulasi terkait rokok elektrik. Padahal, lanjutnya, kebijakan WHO (organisasi kesehatan dunia) sudah ada.

“Mulai dari pembatasan iklan produksi rokok elektrik. Sudah 98 negara punya aturan rokok elektrik. Kalau enggak diatur, semakin liar karena enggak dibatasi atau pengendalian. Ini (roko elektrik) harus diperlakukan sama seperti rokok tradisional,” tukasnya.

Penulis: Ceppy F. Bachtiar, Erha Randy | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi