Nalar.ID – Revolusi industri 4.0 berlangsung begitu pesat. Mulai dari zaman mesin uap, kini sudah sampai ke digital life. Juga mulai dari deret hitung sampai deret ukur. Ekonomi digital pun menyangkut semua aspek. Seperti smart learning, smart factory, smart e goverment dan lainnya. Semua terintegrasi dalam ekonomi digital.
Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) bertajuk “Transformasi Digital: Untung atau Buntung?” di Ruang Serbaguna, Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Jum’at (20/12/2019).
Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir menjelaskan, ada momen menarik. Suatu ketika pihak Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekenomian bertemu dengan Jack Ma, pendiri Alibaba. Dalam kesempatan itu, Kemenko Perekonomian meminta Jack Ma menjadi sebagai adviser e-commerce.
“Saat ditanya tentang peran manusia di tengah ekonomi digital yang terus berkembang pesat, Jack Ma percaya ke depan manusia tinggal berlibur saja. Karena suatu hari nanti, semua sudah diatur secara digital. Apa yang semua lakukan akan tercatat secara komputerisasi,” jelas Iskandar, dalam diskusi di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta, Jumat (20/12)..
Lantas, Ketua Sekretariat DNKI kembali bertanya, jika semua dilakukan secara digital, bagaimana peran manusianya? Saat itu, sambungnya, Jack Ma menjawab, manusia tinggal santai-santai saja.
Apa bisa manusia seperti itu? Pertanyaannya ini dilontarkan agar manusia bisa membuka mata bahwa kelak segala sesuatunya bisa mudah. Namun di balik itu semua, tetap ada tantangan yang akan dihadapi.
“Coba lihat, beberapa lembaga yang mengamati perkembangan digital kita. Seperti Indonesia dan ASEAN. Contohnya ekonomi internet. Perkembangan paling pesat adalah Indonesia. Ada lima unicorn di dunia, seperti Traveloka, Bukalapak, dan lainnya,” lanjut Iskandar.
Mengapa Indonesia lebih cepat perkembangannya. Iskandar menjelaskan, dengan penduduk 260 juta jiwa, Indonesia merupakan market potensial untuk ekonomi digital. Tentunya dengan perkembangan begitu pesat, tetap ada pro dan kontra.
“Itu sesuatu yang wajar. Kita harus melakukan mitigasi atas itu. Kalau dilihat dari sisi inovasi digital, muncul sharing ekonomi. Dulu kita hanya barter, kemudian muncul uang sebagai alat pembayaran yang sah. Tapi dengan digital dengan model barter yang dulu bisa terjadi dengan mudah melalui IT,” tukasnya.
Penulis: Febriansyah, Ceppy F. Bachtiar | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar