Nalar.ID

Caleg Stres Pasca-Pemilu, Kemenkes: Gejolak Cita dan Harapan Tak Terpenuhi

Nalar.ID – Pesta demokrasi untuk memilih calon legislatif (caleg) dan presiden dan wakil presiden, telah usai 17 April 2019 lalu. Layaknya kompetisi, dalam pemilihan umum (pemilu), ada sejumlah pihak kalah dan menang. Ini hal biasa sebab kurangnya suara yang diberikan ke mereka.

Tak menutup kemungkinan ada pihak yang kalah dan mengalami stres dan depresi. Sebab itu, perlu perhatian khusus bagi mereka. Terutama caleg.

Menurut siaran tertulis Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dokter Fidiansjah yang diterima Nalar.ID belum lama ini mengatakan bahwa penyebab stres pada setiap individu tak bisa diprediksi.

Daya Tahan Rapuh

“Saat daya tahan jadi rapuh, konsep dalam dirinya bisa menimbulkan gejolak antara harapan dan cita-cita pada realita yang tidak terpenuhi,” kata.

Sebenarnya, lanjut Fidi, kondisi tersebut bisa terjadi pada siapapun yang tak siap menerima kenyataan. Fidi menambahkan, pada prinsipnya, setiap seleksi pasti ada menang atau gagal. Maka itu, kesiapan menerima kenyataan menjadi penting saat yang terjadi tidak ada harapan.

Ia juga menambahkan, saat caleg mendaftar, sebetulnya, si caleg telah menyerahkan surat keterangan kesehatan. Termasuk kejiwaan. “Tapi tidak langsung membuat stres setelah pemilu yang tidak bisa dihindarkan,” sambungnya.

Analogi Bencana Alam Tak Terprediksi

Kondisi ini membuat Kemenkes menganggap bahwa stres pasca-pemilu sebagai kejadian tidak biasa. Atau dianalogikan seperti bencana alam yang tak dapat diprediksi.

“Pemilu adalah proses persaingan. Gangguan jiwa ini bisa terjadi. Dari ringan sampai (tingkat) berat. Ini yang membuat caleg yang stres enggak bisa diprediksi,” tambahnya.

Yang terpenting, kata Fidi, sektor kesehatan harus tetap siaga guna melayani sejumlah masalah yang berhubungan dengan kejiwaan pasca-pemilu. Ia mengatakan, seluruh rumah sakit telah diberi arahan untuk menyiapkan fasilitas. Termasuk mencoba mengumpulkan data berkaitan dengan gangguan jiwa.

“Rumah sakit, seperti rumah sakit jiwa harus siap dengan kejadian ini. Namun, rumah sakit umum, puskesmas, dan seluruhnya diberdayakan. Ini untuk melakukan penyesuaian,” pungkasnya.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi