Nalar.ID, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat, Agustus 2018, mengalami deflasi (terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar) sebesar 0,05 persen (month to month/mtm). Realisasi ini cukup rendah dari Juli 2018 dengan tingkat inflasi (terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar) sebesar 0,28 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, dalam keterangan Senin (3/9), di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, mengatakan, dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap inflasi bisa terlihat dari core inflation (inflasi inti).
“Meskipun core inflation tak semua impor, kalau ada pengaruh impor, akan terlihat dia berubah,” katanya.
Ia menambahkan, inflasi inti Agustus 2018 sebesar 0,30 persen, lebih tinggi dari realisasi bulan-bulan lain di 2018. “Tapi, angka itu masih tetap terjaga,” sambungnya.
Diketahui, Juli 2018, lebih rendah dengan inflasi inti sebesar 0,41 persen. Juga pada Januari 2018 sebesar 0,31 persen. Tapi, Juni lalu, tercatat 0,24 persen. Kemudian Mei 0,21 persen, April 0,15 persen, Maret 0,19 persen, dan terakhir, Februari sebesar 0,26 persen.
“Inflasi inti 0,3 persen masih lumayan oke. Meski sedikit lebih tinggi dari biasanya,” imbuhnya.
Meski begitu, ia tak bisa memastikan, seberapa persis pengaruh imported inflation (inflasi dari luar negeri) terhadap inflasi inti. Pasti, lanjut Darmin, kondisi perekonomian global akan berpengaruh terhadap kondisi dalam negeri.
“Di sisi lain, kita terus membuat kebijakan. Kami harus lihat dulu hasilnya nanti. Saya tak bisa menebak kapan pelemahan rupiah berpengaruh pada inflasi. Kalau itu mulai berpengaruh, pasti muncul di core inflation,” ungkapnya.
Penulis: Febriansyah Editor: Radinka Ezar
Komentar