Jakarta, Nalar.ID – Penagih utang (debt collector) layanan pinjam meminjam (peer-to-peer/P2P lending) teknologi finansial (financial technology/fintech), bakal disertifikasi. Sertifikasi akan dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Tujuannya, kata Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmoko, guna melindungi nasabah dari praktik penagihan utang di luar etika dan norma atau kekerasan. Uji sertifikasi, berlaku bagi staf perusahaan di internal untuk penagihan.
“Penagih pihak ketiga perusahaan juga harus disertifikasi. Termasuk orang-orangnya,” kata Sunu Widyatmoko, kepada Nalar.ID, dalam diskusi ‘Aspek Perlindungan Konsumen pada Pemasaran Produk Keuangan dan Layanan Fintech’ di Jakarta, Jumat (14/12).
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima 1.330 aduan dari peminjam perusahaan fintech selama kurun 4 – 25 November 2018. “Mereka (konsumen) mengeluh soal tagihan yang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM),” kata keterangan resmi LBH Jakarta, pekan lalu.
Skema Sertifikasi Selesai 2019
Terkait ini, penagih menghantui para peminjam. Caranya beraneka macam, yakni menagih utang kepada keluarga, kerabat, kolega atau siapapun dari kontak ponsel peminjam. Parahnya, ada yang mengancam bakal menyebar foto yang diambil dari ponsel peminjam ke media sosial.
“Target skema sertifikasi selesai tahun depan,” imbuh Sunu.
Dengan sertifikasi, lanjut Sunu, pihaknya berharap, ada standar penagihan bertanggung jawab pada konsumen. Misalnya, kata Sunu, penggunaan kata-kata kasar dihindari saat proses penagihan.
Terkait lembaga sertifikasi, AFPI, masih mempertimbangkan akan membuat lembaga sendiri atau kerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Nasional (LSN).
Penulis: Ceppy F. Bachtiar | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar