Nalar.ID – Ada yang menarik dalam ajang Indocraft 2019 pada 30 Oktober – 3 November 2019 lalu di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta.
Pada penyelenggaraan tersebut, artis Ayu Azhari menerima penghargaan dari Komunitas Designer Etnik Indonesia (KDEI) sebagai salah satu Bunda Etnik Indonesia. Ini merupakan penghargaannya ke dua. Penghargaan pertama ia peroleh 2016 lalu.
Dihubungi Nalar.ID, Jumat (15/11), berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana prosesnya Anda menerima penghargaan ini?
Alhamdulillah, ini sebagai apresiasi yang diberikan dari hasil kerja keras maupun kepedulian kepada produk Indonesia. Di mana, bukan hanya memakainya untuk keperluan fashion pribadi, tetapi bagaimana menanamkan kebanggaan akan hasil karya. Serta seni dan budaya bangsa kita yang beragam, juga unik dan punya suatu keindahan dan ciri khas dari setiap daerahnya.
Strategi Anda memperkenalkan busana etnik kepada masyarakat agar makin dikenal?
Berusaha memasarkan hasil produksi maupun karya mereka ke mancanegara hingga lokal. Saya pernah memperkenalkan Batik Madura di Festival Floriade, Holland, beberapa waktu lalu. Serta berbagai acara festival international lainnya.
Selama tiga tahun setelah penghargaan pertama itu tahun 2016, apa saja inovasi dan misi Anda?
Membina desainer muda untuk berkarya dengan menggunakan bahan dasar batik maupun etnik lainnya.
Gemar jenis batik apa saja?
Batik dan tenun. Sulam dan songket juga. Saya juga senang kebaya maupun baju kurung. Saya selalu nyaman mengenakan, untuk formal maupun santai. Kalau mengenal kain sarung, ya sejak usia remaja. Mengenakannya untuk keseharian sampai sekarang.
Sebelumnya, bagaimana Anda mulai mengenal busana etnik Nusantara?
Mulanya dari belajar menari dan tampil dengan baju tarian sesuai daerahnya. Juga setelah terjun ke film kadang menggunakan pakaian formal adat untuk kepentingan adegan dan kisah serta latar belakang cerita film.
Lalu?
Kadang pakaiannya setelah selesai syuting terbiasa di pakai, seperti kain sarungnya. Selain indah dilihat, juga sangat nyaman dipakai untuk keseharian dan efisiensi.
Menurut Anda, bagaimana perkembangan busana etnik di Indonesia saat ini?
Sangat revolusioner. Harganya pun beragam. Mulai dari yang biasa sampai eksklusif..
Apa saja tantangan yang dihadapi dalam melestarikan busana etnik di Indonesia?
Hasil karya authentic harus dipertahankan dan dilestarikan, agar menjadi warisan budaya yang berkelanjutan. Serta menjadi ciri khas dan aset kita. Walaupun sudah mulai dibuat replikanya hanya menggunakan motif dan di produksi secara massive. Menurut saya, itu bagus agar harga bisa terjangkau. Untuk kita, umumnya maupun generasi muda, lebih banyak pilihan mengenakan.
Selain Ayu, penghargaan Bunda Etnik Indonesia turut diberikan kepada Mien R. Uno, Dr. Hj. Dewi Motik Pramono, Hj.Lisda Hendrajoni, Mizz Farha Diba, Nunun Daradjatun, Rima Melati, Widyawati, dan Sita Hani.
Penulis: Soraya| Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar