Nalar.ID

Genjot Mesin Produksi, PMI Manufaktur Indonesia Terus Meroket

Nalar.ID, Jakarta – Deru mesin manufaktur di Indonesia kian kencang. Ini menandakan produktivitas kian bergeliat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Di tengah hantaman dampak pandemi, laju aktivitas industri terus dipacu guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

“Selama ini sektor industri pengolahan nonmigas masih jadi motor penggerak roda perekonomian nasional. Perlu perhatian dalam meningkatkan kinerja,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, belum lama ini.

Kabar baik dari sektor industri kembali ditunjukkan melalui catatan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang mampu menembus level 54,6 pada April, sesuai rilis IHS Markit. Capaian itu naik signifikan dibanding Maret yang berada di posisi 53,2. Jika PMI di atas angka 50, mencerminkan sektor industri sedang ekspansif.

Sepanjang dua bulan berturut-turut, PMI manufaktur Indonesia menorehkan rekor tertinggi. Selain itu, kondisi bisnis kini telah menguat dalam enam bulan terakhir ini di tengah kondisi pandemi, dengan tren positif dari sektor industri yang gencar melakukan perluasan usaha.

“Para pelaku industri kita mulai bangkit lagi. Kalau melihat ke belakang, April 2020 adalah kondisi PMI manufaktur Indonesia saat jatuh ke titik terendah, yaitu di level 27,5,” ungkap Menperin.

Menurutnya, PMI manufaktur Indonesia berada di tingkat ekspansif merupakan salah satu indikator perekonomian yang semakin membaik. Serta kepercayaan dunia usaha dan industri terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai sudah on the track.

“Ini akan membawa multiplier effect yang luas bagi perekonomian. Mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga penerimaan devisa,” paparnya.

Guna menjaga kinerja gemilang di sektor industri, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha kondusif. Langkah strategis melalui pemberian kemudahan izin usaha dan stimulus insentif.

“Misalnya, penerbitan Undang-Undang Cipta Kerja untuk semakin memberi kepastian hukum bagi para pelaku industri di Indonesia,” tambahnya.

Menperin AGK juga mengemukakan, utilisasi industri pengolahan nonmigas sudah kembali melonjak hingga 61,30%, meningkat signifikan ketimbang dua bulan sebelumnya.

“Kementerian Perindustrian sangat berkepentingan menjaga momentum ini dengan terus membuat kebijakan dan program untuk menstimulasi pertumbuhan industri nasional kita,” tegasnya.

Ekspansi Permintaan

Menanggapi hasil PMI manufaktur Indonesia pada April, Direktur Ekonomi HIS Markit Andrew Harker mengatakan, produksi manufaktur Indonesia terus meningkat pada April di tengah-tengah ekspansi permintaan baru yang sangat kuat.

“Yang menggembirakan, total bisnis baru didukung oleh kenaikan pertama pada ekspor sejak pandemi Covid-19 melanda karena permintaan internasional menunjukkan tanda-tanda perbaikan,” tuturnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik, pada Januari-Maret 2021, nilai ekspor industri pengolahan menembus hingga USD38,96 miliar, atau tumbuh 18,06% dibanding periode sama di tahun lalu. Sektor manufaktur ini jadi kontributor terbesar pada nilai ekspor nasional, yakni mencapai 79,66%.

Terkait PMI manufaktur Indonesia di bulan keempat, IHS Markit juga mencatat, output, permintaan baru dan pembelian semua naik pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama periode survei 10 tahun. Sementara permintaan ekspor baru kembali tumbuh setelah 16 bulan periode penurunan.

Optimisme bahwa output akan terus naik tahun mendatang kembali menyebar, dengan tiga perempat panelis memperkirakan ekspansi. Kepercayaan diri berpusat pada harapan bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir tahun mendatang, memungkinkan kenaikan lanjutan pada permintaan baru.

Di samping itu, bisnis baru mengalami ekspansi substansial dan sejauh ini merupakan laju tercepat sejak survei dimulai pada April 2011. Perusahaan sering menyebutkan perbaikan pada permintaan pelanggan. Terlebih, total permintaan baru didorong oleh kembalinya bisnis baru dari luar negeri.

Bahkan, dengan bisnis baru mengalami ekspansi tajam, perusahaan manufaktur juga menaikkan volume produksi mereka. Sebagaimana permintaan baru, kenaikannya merupakan yang paling tajam.

Berikutnya, rekor kenaikan pada aktivitas pembelian juga terjadi karena perusahaan menanggapi arus pesanan baru yang masuk.

Sementara itu, waktu pengiriman dari pemasok secara umum tidak berubah pada April, menandakan bahwa gangguan pada rantai pasokan mulai berkurang. Hal ini membantu perusahaan melakukan ekspansi stok pembelian, sehingga mengakhiri 15 bulan periode penurunan inventaris pra-produksi.

 

Penulis: Veronica Dilla | Editor: Febriansyah

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi