Nalar.ID – Ibukota negara resmi berpindah ke Provinsi Kalimantan Timur. Penjelasan ini resmi disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Senin (26/8).
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa Pulau Kalimantan merupakan satu-satunya pulau di Indonesia dengan tingkat aktivitas kegempaan relatif paling rendah.
“Walaupun di Pulau Kalimantan ada struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi, tetapi secara umum wilayah pulau itu masih relatif lebih aman ketimbang wilayah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa besar,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Sabtu (24/8) lalu.
Seismik Rendah
Dwi menuturkan, kondisi seismisitas Pulau Kalimantan yang relatif rendah ini berdasarkan sejumlah fakta. Diantaranya, pertama, wilayah Pulau Kalimantan memiliki jumlah struktur sesar aktif yang jauh lebih sedikit daripada pulau-pulau lain di Indonesia.
Kedua, wilayah pulau ini berlokasi cukup jauh dari zona tumbukan lempeng (megathrust). Sehingga suplai energi yang membangun medan tegangan terhadap zona seismogenik di Kalimantan tak sekuat akumulasi medan tegangan zona seismogenik yang lebih dekat zona tumbukan lempeng.
Ketiga, beberapa struktur sesar di Kalimantan kondisinya sudah berumur tersier sehingga segmentasi banyak yang tidak aktif lagi dalam memicu gempa.
Meski begitu, untuk mengantisipasi bencana, khususnya di wilayah pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berhadapan dengan sumber gempa, menurutnya perlu disusun strategi mitigasi bencana. Caranya, dengan menyiapkan tata ruang pantai agar masyarakat pesisir lebih aman.
“Tata ruang pemanfaatan daerah pesisir harus berbasis mitigasi bencana. Ini penting untuk mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami dan tangguh menghadapi tsunami,” tukasnya.
Adapun, lanjut Dwikorita, konsep evakuasi mandiri juga menjadi pilihan tepat dan efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami. Evakuasi mandiri dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami dapat menjamin keselamatan masyarakat.
Ia menambahkan, edukasi evakuasi mandiri dan pelatihan evakuasi (drill) akan menjadi materi penting dalam kegiatan sosialisasi untuk masyarakat dan stakeholder di wilayah pantai rawan tsunami, oleh berbagai Lembaga terkait. Seperti BNPB, BPBD, BMKG, dan lainnya. Masyarakat yang ditinggal di zona sesar aktif dan di kawasan pesisir, harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami.
“Jika tempat tinggal kita di daerah rawan, yang penting dan harus disiapkan adalah langkah mitigasi, kesiapsiagaan, kapasitas masyarakat, stakeholder, dan infrastruktur kuat. Ini untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi,” imbuhnya.
Sistem Mitigasi dan Monitoring
Dalam kesempatan serupa, Deputi Geofisika BMKG Mohammad Sadly, menyatakan, Pulau Kalimantan relatif lebih aman secara seismik ketimbang pulau-pulau besar di Indonesia.
Walau demikian, kini, BMKG bersama kementerian dan lembaga terkait sedang menyiapkan sistem monitoring gempa dan langkah-langkah mitigasi gempa bumi dan tsunami yang lebih mumpuni. Hal ini guna menjaga keselamatan masyarakat dan keberlanjutan perekonomian di calon wilayah Ibukota tersebut.
“BMKG bersama kementerian atau lembaga lain berupaya meminimalisir sekecil mungkin risiko kebencanaan di wilayah itu dengan menyiapkan skenario mitigasi bencana tepat, terpadu, dan berkesinambungan,” ujar Sadly.
Langkah itu, sambungnya, diwujudkan BMKG dengan terus memperkuat sistem monitoring gempa bumi di seluruh wilayah Indonesia.
Adapun, tahun 2019, BMKG akan memasang 194 unit sensor gempa. Sedangkan tahun 2020, 154 unit. Hal ini untuk merapatkan jaringan monitoring gempa nasional termasuk di wilayah Pulau Kalimantan.
Selain itu, tahun 2020, BMKG telah merencanakan pembangunan 300 sarana penyebarluasian informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami Warning Receiver System (WRS) di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di Pulau Kalimantan.
Sadly menyampaikan, sarana penyebarluasan informai gempa bumi dan peringatan dini tsunami ini sangat penting. Agar informasi dan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dalam upaya menyelamatkan masyarakat berisiko.
Tidak Berluka
Disinggung mengenai bahaya gempa bumi di Indonesia, Sadly mengatakan bahwa sebenarnya gempa bumi tidak membunuh dan melukai.
“Justru bangunanlah yang membunuh dan melukai manusia. Makanya, pekerjaan rumah utama menghadapi gempa adalah menyiapkan bangunan yang memiliki struktur kuat dan tahan gempa,” jelas Sadly.
Potensi bahaya gempa bumi, sambungnya, harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Ia menegaskan, bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan di daerah rawan gempa.
“Untuk perencanaan dan pengembangan wilayah aman dari gempa bumi dan jadi acuan membangun bangunan tahan gempa, maka kegiatan mikrozonasi seismik oleh BMKG penting dilakukan karena bisa mengidentifikasi zona rentan gempa bumi. Di zona rentan ini, dilakukan upaya penguatan struktur bangunan supaya tetap aman meskipun terjadi gempa,” tutupnya.
Penulis: Ceppy F. Bachtiar | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar