Nalar.ID – Setiap tahun, perayaan Hari Kartini kerap jatuh pada 21 April. Ini menjadi momentum penting dan refleksi terkait eksistensi perempuan di Tanah Air. Tidak sekadar perayaan, seremonial Hari Kartini, menurut psikolog Lita Gading, perlu juga diadakan.
“Untuk memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap perempuan. Terutama kiprah terhadap perempuan di segala bidang kehidupan. Baik ekonomi, politik, dan sosial-budaya,” kata Lita, kepada Nalar.ID, Minggu (21/4).
Sayangnya, kesetaraan perempuan belum mencapai kata ‘berhasil’. Lita menyebut, kesetaraan ini harus mampu menempatkan wanita-wanita Indonesia dalam kedudukan politik, seperti di pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Secara statistik, ia menilai, keterwakilan perempuan di dunia politik masih berkisar di angka 30 persen. “Karena masih terkendala oleh kultur politik di Indonesia,” imbuhnya.
Disisi lain, kiprah perempuan dalam menjabat posisi strategis atau pucuk pimpinan, masih terkesan terpinggirkan dan dianggap kurang mampu. Namun, Lita, meyakini bahwa di era globalisasi ini, pendapat tersebut sudah tidak relevan.
“Soalnya sekarang sudah banyak posisi strategis di pemerintahan (eksekutif). Contoh, sudah ada Menteri Keuangan, BUMN, Perikanan dan Kelautan, Dirut Pertamina, Dirut Jasa Marga, dan lainnya,” ungkapnya.
Untuk presiden RI terpilih 2019, Lita, berharap makin banyak menempatkan perempuan-perempuan di posisi strategis. Baik di eksekutif maupun yudikatif. “Selama ini belum ada Menteri Kehakiman Perempuan, atau di Kajati (Kejaksaan Tinggi),” tutupnya.
Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar