Nalar.ID – Seorang anggota DPR RI baru saja diamankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia tertangkap dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) terkait distribusi pupuk yang dilakukan Rabu (27/3) malam.
Menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis (28/3), proses pemeriksaan masih berlangsung di Gedung KPK, Jakarta. Sejauh ini, KPK, belum memaparkan identitas detil anggota DPR itu.
“KPK baru mengamankan 8 orang dalam OTT,” kata Febri. Kata Febri, KPK, memiliki 1×24 jam untuk menentukan status hukum mereka.
Terkait kasus tersebut, sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis nama 49 calon legislatif (caleg) eks koruptor peserta pemilihan umum (Pemilu) 2019. Para caleg itu terbagi melalui DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Status mereka adalah mantan terpidana korupsi,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra, membenarkan, beberapa waktu lalu.
Dari 49 caleg (eks koruptor), 9 adalah caleg DPD. Lalu, 16 caleg DPRD provinsi, dan 24 caleg DPRD kabupaten/kota. Sesuai syarat ketentuan Pasal 182 dan Pasal 240 UU Nomor 7 tahun 2017, status eks narapidana korupsi diumumkan terbuka ke publik.
Sesuai UU No.8 Tahun 2012
Penangkapan anggota wakil rakyat menambah daftar koruptor baru dari kalangan dewan. Caleg 2019 ikut berkomentar mengenai praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang di Indonesia. Salah satunya Rudi Lazuardi, caleg DPR RI dari Partai Nasdem untuk daerah pemilihan (dapil) 2 Kabupaten Cianjur.
Rudi menilai, tindakan KPU untuk membeberkan daftar caleg eks koruptor sudah sangat tepat. “Karena persyaratan itu sudah diatur dalam UU (Undang-Undang) Nomor 8 Tahun 2012,” katanya, kepada Nalar.ID, belum lama ini.

Dalam beberapa kasus, korupsi identik dengan jabatan politik. Rudi mengungkapkan, lemahnya pengawasan dan kurang transparansi pengelolaan anggaran menjadi penyebab umum, disamping sebab-sebab lain.
“Terutama pertaruhan moralitas melatarbelakangi tindakan kurang terpuji sehingga korupsi masih merajalela. Baik pusat hingga daerah. Mulai dari eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pejabat swasta,” jelasnya.
Sebagai kader partai, Rudi, telah mendapatkan bekal guna menghindari praktik korupsi. Kewajiban kader, lanjutnya, adalah membesarkan partai dan menaati aturan anggaran dasar dan rumah tangga.
Dorong Penegakkan Hukum
Terkait hal ini, Rudi sudah memiliki gagasan program, yakni mendorong pemerintah meningkatkan pelayanan penegakkan hukum. “Ini untuk menindak pelaku korupsi yang telah menjamur,” tambahnya.
Menurutnya, korupsi bak parasit. Sebab, dapat merusak tatanan struktur pemerintahan. Ini, katanya, bisa menghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan.
Tak bermaksud pesimis, Rudi, menilai tindakan korupsi sangat sulit dihilangkan. Bahkan hampir tak mungkin dapat diberantas. Belum lagi, sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Diketahui, untuk menjadi caleg, butuh ongkos politik tidak sedikit. Terutama untuk biaya operasional dan lainnya.
“Ada, tapi tidak penting. Ketika berambisi untuk menjadi pemimpin dengan menghamburkan uang, itu tidak baik. Yakinlah, bahwa perjalanan ini sudah ada yang mengatur. Sesuaikan saja dengan kemampuan dan mawas diri,” tutupnya.
Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar