Nalar.ID

Laba Bersih BUMN Tembus Rp 61 Triliun di 2021

Nalar.ID, Jakarta – Sepanjang tahun 2021, industri Perdagangan Berjangka Komoditi mengalami pertumbuhan.

“Pada periode Januari-November 2021, total volume transaksi mencapai 12,3 juta lot, atau tumbuh sebesar 2,2% jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2020,” ujar Indrasari Wisnu Wardhana, dalam pembukaan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) hari pertama di tahun 2022, belum lama ini.

BAPPEBTI mengharapkan ICDX dapat terus berinovasi dalam mengembangkan kontrak-kontrak untuk menarik para pelaku usaha melakukan hedging. Serta berinvestasi di Bursa Berjangka yang dapat meningkatkan transaksi multilateral.

CEO Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Lamon Rutten melaporkan beberapa hal.

“Tahun 2021, kami mencatat total nilai transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi di ICDX mencapai lebih dari Rp 6.900 Triliun. Beberapa pencapaian penting kami lain adalah pasar fisik timah ICDX mencapai nilai transaksi hingga Rp13 Triliun. Ini rekor harga tertinggi USD41.000 per metrik ton, lebih dari dua kali lipat harga tahun lalu,” kata Lamon Rutten.

Tahun lalu, pihaknya juga telah memperoleh mandat untuk menyelenggarakan Pasar Fisik Emas Digital.

Selain itu, sebagaimana arahan BAPPEBTI untuk menumbuhkan transaksi multilateral, pada 2021 ICDX mencatatkan pertumbuhan transaksi multilateral sebesar 54,5% dari tahun 2020.

Pertumbuhan ini didorong oleh transaksi kontrak-kontrak berukuran lebih kecil, yakni mini dan mikro yang tergabung dalam produk derivatif multilateral emas, minyak mentah, dan valuta asing (GOFX).

Volume transaksi kontrak mini GOFX periode Januari-November 2021 mencatatkan pertumbuhan hingga 111% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara kontrak mikro GOFX mencatatkan pertumbuhan 112% untuk periode yang sama.

Sebagaimana visi ICDX untuk menyediakan ekosistem yang terintegrasi dengan baik dan terpercaya untuk perdagangan komoditas, di 2022 ICDX akan terus mengembangkan industri PBK. Salah satunya adalah dengan berpartisipasi dalam pasar karbon.

Kredit karbon sendiri diklasifikasikan sebagai komoditi tidak berwujud (intangible) yang dapat diperdagangkan. Di Indonesia, perdagangan kredit karbon secara aspek hukum juga dianggap sebagai komoditi.

Hal ini tercantum pada definisi komoditi di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Mengingat Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menyelenggarakan perdagangan kredit karbon dan mengambil peranan penting di tingkat global. Luasnya alam nusantara dapat berkontribusi secara signifikan dalam ketersediaan kredit karbon, yang mana potensinya juga mampu mendorong kesejahteraan perekonomian bangsa.

“Sebagai bursa komoditi, kami mendukung tujuan pemerintah menurunkan emisi karbon Indonesia. Kami tak hanya menyediakan infrastruktur pasar yang terorganisir, tapi memberi dampak nyata terhadap kontribusi Indonesia dalam pengurangan emisi karbon. Dalam tahun-tahun mendatang, ICDX berkomitmen untuk menjalankan bisnisnya secara bertanggung jawab dengan fokus pada penurunan emisi karbon,” kata Komisaris Utama ICDX, K.H. Said Aqil.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

 

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi