Nalar.ID, Jakarta – Galeri Indonesia Kaya (GIK), kerap menampilkan ragam pentas dari ragam pelaku seni setiap akhir pekan. Terbaru, pementasan teater Perjalanan Panjang Seekor Kuda, oleh Teater Tetas, kelompok seni teater kontemporer asal Jakarta, di Auditorium GIK, Sabtu (14/7) petang.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian, mengatakan cerita ini memiliki banyak kisah klasik yang terus berkembang dari masa ke masa.
“Teater Tetas menyajikan pertunjukan adaptasi dari salah satu kisah sastra wayang. Kami harap, penikmat seni yang didominasi generasi muda dapat memahami sejarah dan menghargai tradisi budaya Indonesia. Dengan memahami sejarah dan tradisi budaya, generasi muda bisa menyikapi segala dinamika dan kehidupan,” katanya, dalam siaran GIK yang diterima nalar.ID, Sabtu (14/7).
Seekor Kuda
Perjalanan Panjang Seekor Kuda, bercerita tentang seorang ibu bernama Dewi Wilutama. Ia terpisah karena takdir dengan Aswatama, anaknya. Dewi Wilutama, adalah bidadari yang pernah dikutuk menjadi seekor kuda karena para dewa terganggu dan haus akan paras dan pakaian yang dikenakan oleh Wilutama.
Seiring waktu, Wilutama, melahirkan anak yang bernama Aswatama. Namun Wilutama tak dapat membesarkan dan bertemu lagi dengan anaknya karena ia berhadapan dengan janji Kumbayanan yang membawanya menjadi istri manusia.
Ketika akhirnya bertemu anaknya, Wilutama harus menerima kenyataan pahit bahwa anak satu-satunya akan jadi tumbal dari peristiwa perang besar dalam kisah klasik Mahabharata. Pentas ini diiringi alunan musik tradisi khas Indonesia seperti keprak dalang, suling, gender, dan rebab, yang dipadukan dengan sentuhan musik modern seperti drum, cymbal, dan crash.
“Sejak berdiri 40 tahun lalu, kami berusaha selalu melestarikan nilai-nilai sejarah budaya dalam setiap pementasan. Salah satunya adaptasi kisah-kisah klasik pewayangan. Tantangan kami untuk bisa menyisipkan unsur sejarah dalam setiap karya,” ujarnya AGS Aria Dripayana, sang pendiri Teater Tetas.
Adaptasi Sastra Wayang
Teater Tetas berdiri pada 1978 oleh AGS Aria Dripayana dan sejumlah aktivis teater lain di Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta Selatan. Dalam karyanya, teater ini sering mengadaptasi cerita dari sastra wayang berdasarkan kisah epik Mahabharata yang berkembang selama ratusan tahun di Indonesia.
Tujuannya untuk menunjukkan pemahaman bahwa sejarah budaya tradisi adalah hal penting dalam menyikapi dinamika kehidupan. Hingga kini, teater ini aktif pentas di pusat-pusat kesenian dan tempat lain di area Jakarta, hingga kota-kota lain di Indonesia.
Penulis: Erye Editor: Radinka Ezar
Komentar