Lucky Hakim, pilih menyeberang dari Partai Amanat Nasional ke Partai Nasdem, tanpa mahar dan pungutan. Situasi tak nyaman dan penuh tekanan di partai lama sudah menyeruak sejak 2014. Benarkah?
Nalar.id, Jakarta – Ia membantah menerima uang Rp 2 Miliar dari Partai Nasdem. Tudingan ini dilontarkan Ketua DPP PAN, Yandri Susanto, beberapa waktu lalu. Menurutnya, Lucky, dijanjikan akan dibayar dari total Rp 5 Miliar agar mau menyeberang ke partai asuhan Surya Paloh. Lucky membantah.
Berikut penuturan kepada Baktian dari nalar.ID, dihubungi Rabu (11/7):
Hengkang dari PAN, Anda dituding terima Rp 2 Miliar dari Partai Nasdem?
Omongan Yandri bukan data. Enggak benar dan bohong. Dia enggak lihat dan punya bukti. Kalau bilang ada bukti chat WA (WhatsApp), semua orang bisa bikin.
Mengapa pindah?
Saya terdaftar sebagai caleg Partai Nasdem 20 April 2018. Di sini nyaman, enggak ada pungutan dan setoran apapun. Bukan karena saya pelit. Kalau misal orang mau kasih, itu kontribusi ke partai. Itu disepakati semua anggota DPR ketika masuk ke partai. Di PAN, setiap bulan di potong. Semua ada kecuali Nasdem. Saya sampai tanya Pak Surya Paloh.
Ada bukti?
Waktu bilang tanpa mahar, saya enggak percaya begitu saja. Saya tanya langsung sahabat saya, Henky Kurniawan. Mana mungkin diantara semua partai, cuma partai ini seperti itu. Penting masuk partai dan DPR lagi karena saya punya konstituen.
Mengapa PAN pecat Anda?
Saya dipecat 31 Januari 2018. Saya di ploting jadi kepala daerah di Bekasi karena tinggal di Depok dan Bekasi. Tahun 2011 daftar, 2012 pemilihan, dan saya kalah tapi suara saya signifikan tinggi. Diantara artis PAN, suara saya paling tinggi, 57.800. Dengan Desy Ratnasari, Anang Hermansyah, Primus Yustisio, Ikang Fawzi, lebih tinggi saya di Jawa Barat. Saya tinggal di Depok dari 2001 dan ikut pilkada di Bekasi. Wajar suara banyak. Sementara, suara PAN di Bekasi-Depok, atau Dapil Jabar VI, enggak pernah dapat kursi.
Lalu?
Sebelum pelantikan, saya mau diganti oleh Wasekjen PAN, Intan Fitriana Fauzi. Saya dituduh curi suara dan dia yang menang. Saya bilang, enggak mungkin Anda menang. Suara saya terbanyak di sini. Saya tinggal di Depok. Dia bukan. Lalu, saya lapor polisi atas dugaan pencemaran nama baik 2014. Setelah dilantik, saya digugat lagi. Mau dipotong di tengah jalan, minta jatah 2,5 tahun. Ancaman PAW ini sudah sejak 2014 sebelum pelantikan.
Merasa ditekan?
Banyak. Mungkin mereka enggak mau bersaksi karena saya sudah diluar PAN. Tapi ikuti jejak saya di digital tahun 2014, saya lapor kader PAN ke polisi. Kader PAN atau enggak, kalau salah dan zalimi orang, saya lapor. Tapi partai ikut campur lagi dan minta cabut laporan. Di rapat pleno harian 31 Januari 2018, saya di PAW sepihak. Saya mundur pada 11 April 2018. Ada beberapa teman di partai mau pasang badan, saya enggak mau. Seperti ini bukan cuma saya. Ada Andriyanto Johan Syah, Dapil X Jawa Tengah; sampai Amy, Dapil Jateng kota Cilacap.
Betul, tak ada mahar?
Iya, mengesampingkan pendapatan uang besar. Bayangkan, satu pilkada atau 1 walikota, setor minimal Rp 5 Miliar untuk kursi. Per kursi Rp 300 – Rp 500 juta. Kalau 5 – 8 kursi, bisa Rp 4 Miliar. Untuk gubernur, Rp10-30 Miliar.
Penilaian Anda?
Kalau saya maju sebagai anggota DPR atau walikota, enggak usah keluar uang di depan, maka ciri-ciri koruptor bisa dikikis. Kecuali karakternya koruptif dan mau memperkaya diri. Kalau ada orang pakai modal rendah dan harus bayar mahal ke partai, ujungnya harus balikin modal. Partai lain minimal Rp12 – 15 juta per bulan. Saya setor ke DPP Rp 12 juta, dua kota (Depok dan Bekasi) juga. Satu kota Rp 5 juta, kali 2. Banyak sekali kepotong. Ini bukan rahasia. Saya punya bukti, setiap bulan ada auto debit.
Soal Anda diberi duit Rp 2 Miliar?
Saya bisa dapat lebih dari itu kalau tetap di DPR. Fasilitas dan segalanya, saya nikmati. Gara-gara Rp 2 Miliar, sampai keluar, itu angka terlalu kecil. Nasdem jadi tertuduh. Saya enggak hiraukan gosip seperti ini. Kita lihat, bisa enggak PAN memertahankan kursi Dapil Depok.
Anda ajak banyak artis masuk Partai Nasdem?
Iya, ada 20. Banyak aLurtis mau jadi politisi dan anggota DPR. Saat saya pindah, saya bilang kalau di sini enggak dimintain uang dan pungutan kedepan. Saya masuk, mereka ramai-ramai ikut. Annisa Bahar, Dela Puspita, Elma Theana, Berthard Antoline, Jonathan Frizzy, Syahrul Gunawan, Manohara, Cut Meyriska, Dinda Kirana, Lucky Perdana, Olla Ramlan, Charly Setia Band, Ian Kasela, Kristina, Intan RJ. Termasuk Krisna Mukti.
Anda memengaruhi mereka?
Betul, saya broadcast. Saya punya grup WA artis dari beberapa partai. Saya bilang, hati-hati pilih partai agar enggak dimanfaatkan, suara jangan sampai dicuri. Saya enggak bilang PAN tapi ke semua partai. Saya cuma beri informasi, bukan kejelekan.
Peluang Anda di Nasdem?
Paling tidak, dari survei saya dan Nasdem, popularitas dan elektabilitas saya lumayan tinggi karena di Dapil sama. Saya sudah kerja sejak 2011. Saya harus kerja keras lagi untuk informasi ke orang-orang saya sudah pindah partai. Enggak ada cari lain, saya harus temui konstituen. Ini perlu waktu dan tenaga setelah penetapan mulai kampanye September 2018.
Karena tinggal di dapil, setiap hari di dapil. Kemudahannya, saya tinggal di dapil. Kesulitannya, saya pindah partai.
Penulis: Baktian Editor: Radinka Ezar
Komentar