Hampir 10 tahun, mantan buruh migran Indonesia ini membantu persoalan TKI di Taiwan. Ia sukses sebagai bos tiketing dan konsultan yang khusus melayani pekerja migran Indonesia yang pulang-pergi Taiwan ke Indonesia.
Nalar.id, Jakarta – Di kalangan para tenaga kerja Indonesia (TKI), khususnya di Taiwan, nama perempuan ini akrab dikenal. Mbok Cikrak, namanya. Di kalangan TKI, ia kerap membantu para pekerja saat berada di Bandar Udara Internasional Taoyuan, Taiwan. Perempuan asal Indramayu, Jawa Barat ini, dikenal hampir 250 ribu buruh migran Indonesia yang bekerja di sejumlah sektor informal di negeri itu.
Saat ini, Mbok Cikrak, sudah menuai sukses. Ia sudah tak lagi menjadi buruh migran. Kini, ia sukses menjadi bos tiketing. Tugasnya adalah khusus melayani para pekerja migran asal Indonesia yang pulang-pergi Taiwan ke Tanah Air. Nyaris, setiap hari, perempuan cantik dan ramah ini kerap terlihat di Bandara Taoyuan, bandara internasional terbesar di Tiongkok.
“Aku biasa mengurus pernak-pernik tiket TKI yang mau mudik ke kampung halamannya. Setiap hari, aku memandu mereka. Mulai dari pembagian tiket, paspor, dan identitas kependudukan. Pastinya, sebelum mereka chek-in dan boarding,” jelasnya, dihubungi nalar.ID, secara tertulis via surel (surat elektronik), pertengahan Mei lalu.
Selain itu, Mbok, juga ikut menerangkan soal apa saja yang dibolehkan dan dilarang sebelum pulang ke Tanah Air. “Teman-teman (TKI) ada yang kurang paham soal ini. Misalnya, senter, kipas angin dan raket listrik, ternyata enggak boleh dibawa (ke Indonesia). Harus di kargo. Mereka bawa itu karena, kan pasar malam (Taiwan) murah, jadi bisa dibawa pulang kampung,” imbuhnya.
Tak hanya membantu secara langsung tatap muka, perempuan berlogat khas Banyumasan dan nyablak ini, juga tak pernah absen untuk menayangkan seputar bantuan bagi para TKI lewat Facebook secara live. Dalam sehari, ia menjadwalkan dua sampai tiga kali secara live dari Bandara Taoyuan.
Di channel sosial media itu, ia memberi komentar. Termasuk menerima tanya-jawab seputar persoalan tiket dan segala hal yang berhubungan dengan kepergian dan kepulangan TKI. Dalam siara live itu, tak jarang ia didampingi sejumlah asisten. Riasan dan dandanan sang asisten, rupanya tak kalah pamor dengan Mbok Cikrak, bos-nya sendiri.
Tak jarang, ketika aktif memandu TKI lewat live sosial media, ia kerap dikerubungi para penggemarnya. Mereka tak lain hanya sekadar untuk ber-swa foto. Baik sendiri maupun ramai-ramai.
Manfaatkan Peranti Sosmed
Selain Facebook, Mbok, juga memanfaatkan sosial media lain. Seperti Youtube dan Bigo (aplikasi live streaming). Di akun-akun sosial media itu, ia melayani pertanyaan seputar keluh kesah maupun sekadar menghibur para TKI agar tak jenuh. “Tapi aku memang lebih sering memakai Bigo (daripada Facebook dan Youtube). Mereka bisa tanya langsung aku jawab dan kasih saran,” tukasnya.
Dari layanan dan keaktifan Bigo, Mbok, mampu mendulang laba sekitar Rp16 juta setiap bulan. Keuntungan tersebut belum termasuk bisnis kosmetik yang ia jalani selama 6 tahun terakhir. Semua keuntungan, tak dimakan sendiri. Ia menyisihkan paling sedikit Rp1-3 juta. Paling tinggi Rp5 juta.
Keuntungan tersebut ia salurkan lewat yayasan sosial yang ia dirikan. Yayasan tersebut untuk membantu kehidupan sekitar 200 anak yatim piatu dan pra-sejahtera. Hatinya sangat tersentuh setiap berhadapan dengan TKI. Misalnya, sering kali para tenaga kerja Indonesia menjadi sasaran agen penyalur yang kurang bertanggung jawab ketika akan kembali ke Indonesia.
“Beberapa kali, aku menemukan orang Indonesia terlantar begitu saja di bandara di sana. Kebanyakan dari mereka enggak tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan, ada yang tertipu dengan tiket pulang. Orang Taiwan enggak peduli. Mereka (Taiwan) merasa sudah mengurus, ya sudah, selesai. Setelah itu, enggak (mau mengurus) lagi,” ungkapnya.
Ubah Nasib
Keikhlasan Mbok Cikrak dalam menolong dan menjadi relawan para TKI, bukan tanpa sebab. Semua bermula dan tak lepas dari perjalanan awalnya sebagai buruh migran di usia 18, sesaat setelah lulus dari sekolah menengah kejuruan di Banyuwangi tahun 2000.
Keadaan ekonomi keluarga menuntutnya harus bekerja di negeri orang. Dengan bekerja sebagai TKI, ia berharap mampu mengubah nasib keluarganya. Keinginan sebagai TKI juga terpacu oleh keadaan sejumlah tetangga yang bisa membangun rumah pribadi setelah sukses sebagai TKI di luar negeri.
Taiwan, ia pilih sebagai tujuan utama mengubah nasib. “Lulus SMK, aku langsung ke Taiwan. Aku mau kayak begitu (tetangga). Enggak ada bekal apapun ke Taiwan. Bahasa (asing) dapat dari agen. Sebulan di tampung, langsung dapat majikan,” jawabnya.
Di Taiwan, ia bekerja sebagai pedamping dan menjaga orang tua selama tiga tahun. Ia mujur, mendapat majikan baik. Akhirnya, selama bekerja di di Taiwan, ia mendapatkan tambatan hati pria asal Taiwan. Mereka menikah, dikaruniai dua anak, dan menetap di Taiwan. Bersama suami, Mbok, ikut membantu mengurus bisnis travel suami.
Perjalanan 10 tahun berkutat melayani dan membantu TKI, tak selamanya mulus. Ada saja halangan diterima. Contohnya, ia pernah dipanggil dan dicemooh calo di bandara karena kegiatannya mengurus para TKI. Situasi ini tak ia hiraukan.
Ditengah kecaman itu, popularitas Mbok Cikrak, justru dikenal luas para TKI. Di fans page Facebook-nya, ia memiliki 213.967 penggemar. Bahkan, interaksi di fans page terbilang tinggi. Kebanyakan dari kalangan Buruh Migran Indonesia. Tak hanya itu, ia juga memiliki grup di aplikasi Bigo, namanya CGC, kepanjangan Cikrak Gaul Club.
Sejauh ini, tak ada yang tahu pasti nama asli dari Mbok Cikrak ini. Ia sengaja tak memberitahukan kepada khalayak. Termasuk kepada awak media. Rupanya, merek Mbok Cikrak, ia patenkan sendiri.
“Artinya ‘mbok’, aku mau jadi mbok-mbok-nya para pahlawan devisa negara. Kalau ‘cikrak’, Bahasa Jawa, artinya penampung atau keranjang. Artinya, aku mau mereka bisa mencurahkan ke aku kalau ada masalah. Seperti tong sampah. Intinya, kalau (TKI) punya masalah, jangan kabur. Kalau ke Taiwan lagi, susah, pasti di deportasi,” tutupnya.
Penulis: Baktian Editor: Radinka Ezar
Komentar