Nalar.ID

Menyoal Kasus SariWangi, Ini Beda Pailit dan Bangkrut

Nalar.ID, Jakarta – Belum lama ini, produsen teh atau perusahaan PT Sariwangi Agriculture Estate Agency dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung, yang memproduksi teh celup SariWangi, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat, 17 Oktober lalu. Hasil putusan perdamaian atau homologasi PT Bank ICBC Indonesia terhadap kedua perusahaan itu, dibatalkan. Alhasil, dua perusahaan itu dinyatakan pailit.

Belajar dari dunia bisnis, tentu tak asing dengan istilah pailit atau bangkrut. Tapi, tak sedikit orang salah kaprah bahwa pailit dan bangkrut adalah kedua hal yang sama. Padahal, keduanya berbeda.

Berikut perbedaan pailit dan bangkrut, dihimpun sejumlah sumber:

Pailit

  • Dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia), pailit, berasal dari bahasa Perancis, yakni failite. Dalam bahasa Indonesia, punya arti kemacetan dalam pembayaran.
  • Secara hukum, seperti dikutip UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pailit bisa dijatuhkan jika debitur: punya dua atau lebih kreditor, tak bayar lunas sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih, dan baik atas permohonan sendiri atau permohonan satu atau lebih kreditor.
  • Pailit punya arti sebagai proses debitur yang kesulitan keuangan membayar utangnya dinyatakan oleh pengadilan. Pengadilan niaga berhak menggugat karena debitur tak bisa membayar utang.

Bangkrut

  • Sesuai KBBI, berarti menderita rugi besar sampai jatuh–berlaku untuk toko, perusahaan, dan sebagainya–, atau disebut gulung tikar.
  • Sebab bangkrut perusahaan karena mengalami kerugian. Artinya, perusahaan dalam kondisi keuangan tak sehat. Sementara, kalau pailit, dalam kondisi keuangan sehat pun bisa dinyatakan pailit karena utang.

Perbedaan dari sisi penyebab:

  • Pailit dan bangkrut, punya perbedaan mencolok. Dari Pasal 2 Ayat 1, perusahaan dinyatakan pailit sesuai putusan pengadilan kalau debitur punya dua atau lebih kreditur dan tak bayar lunas sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo dan bisa ditagih.
  • Dari putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-VI/2008 halaman 27, menyatakan jika perusahaan bangkrut bukan karena kesalahan buruh.
  • Banyaknya kebangkrutan disebabkan: faktor eksternal diluar kewenangan pengusaha dan mismanagement.
  • Contoh faktor eksternal adalah kebijakan IMF menutup sejumlah bank di Indonesia. Sementara, contoh mismanagement adalah tahun 1998, IMF, memaksa menutup sejumlah bank di Indonesia. Ini mengakibatkan beberapa bank tutup. Akhirnya banyak perusahaan ikut bangkrut.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi