Di usia muda, dara usia 25 tahun ini sukses menjadi dokter kecantikan termuda. Ia juga memimpin bisnis sewa jual-beli helikopter dan pesawat, hingga mendirikan yayasan kemanusiaan dan sosial. Awal merintis, tak jarang di cemooh dan dipandang sebelah mata calon klien karena dianggap masih muda dan tak ada pengalaman.
Nalar.ID, Jakarta – Menjadi dokter, biasanya kerap diucapkan anak kecil ketika ditanya cita-cita dewasa. Tak semua anak-anak berpikir senada. Seperti dialami Natasha Cinta Vinski, dara usia 25 tahun. Saat kecil, ia terobsesi menjadi pilot karena senang menonton serial tayangan dokumenter ulasan aeronautika.
Beranjak sekolah menengah atas, keinginannya berubah. Ia ‘dipaksa’ sang ibu, Deby Vinski, dokter kecantikan atau anti-aging ternama, untuk meneruskan garis keturunan sebagai dokter yang mengalir dalam darahnya.
“Lebih ke sosial. Aku sangat senang lihat pasien membaik. Mau tahu, dengan jadi dokter, apa yang bisa kita lakukan,” ucapnya, dijumpai di ruang kerjanya di Vinski Tower, Ciputat Raya, Jakarta Selatan, pertengahan Maret 2018.
Tahun 2010, ia berlabuh ke Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta. Enam tahun kemudian, ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif tertinggi. Menjadi dokter, adalah pengalaman mendalam bagi anak tunggal ini. Selain meneruskan jejak ibu, ia ingin mengabdi kepada masyarakat.
Tak berdinas di rumah sakit atau klinik lain, ia justru membangun perusahaan sendiri, 2,5 tahun terakhir paska lulus sarjana kedokteran. Di gedung Vinski Tower, ia menyiapkan 10 lantai dengan 6 dokter spesialis berbeda. Gedung ini dilengkapi standar dunia, yaitu VRC Vinski Regenerative Centre. Ia mengklaim, Vinski Tower sebagai tempat pusat anti-aging dunia pertama.
Ada ballroom untuk seminar medis, ruang bedah, dermatologi, mans dan ladies klinik, laboratorium, dan ruang recovery untuk pasien operasi plasik. Lantai atas, ia fungsikan untuk helipad, yang siap mengantar ia kemanapun.
“Orang enggak perlu jauh-jauh (ke luar negeri) jalani pengobatan anti-aging. Indonesia ada. Di sini ada perawatan stem cell, bedak plastik, Alzheimer, sampai fat grafting atau transfer lemak,” tukasnya.
Natasha, spesialis sebagai dokter estetika, lewat botox filler dan tarik benang. Bertugas di gedung milik sendiri, sejak awal, ia kurang suka berdinas di rumah sakit, dengan jadwal permanen. “Aku enggak suka didalam rumah sakit. Lebih sering pengobatan gratis diluar dengan kegiatan sosial,” jelasnya.

Rintis Gerakan Kemanusiaan
Kegiatan sosial yang dimaksud adalah Love Humanity, gerakan yang ia bangun sejak 2011. Setiap tahun, gerakan ini tak hanya menggelar pengobatan gratis, tapi ada pemeriksaan pendidikan, bantuan korban banjir, tanah longsor, pemeriksaan kesehatan, senam jompo, dan mendonasi buku untuk anak sekolah kurang mampu dibawah kolong jembatan.
April lalu, ia sambangi Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, untuk memberi pengobatan gratis dan sembako kepada 300 warga, serta membangun mandi cuci kakus. Kebetulan, almarhum ayahnya, Ivek Vinski, adalah asli Rote, berdarah Inggris-Kroasia. Sementara, ibunya Manado-Jawa-Makassar.
Tak hanya aksi sosial, ia juga punya bisnis mode bernama Foxxy, yang dikembangkan sejak 12 Januari 2018. Bisnis yang dibantu 8 tim ini hadir dengan layanan peminjaman busana high-fashion, yang menyediakan jejeran busana dan aksesoris terbaru, lini vintage, sampai rare collection.
Koleksi disewa selama 7 hari dengan harga mulai Rp300 ribu hingga Rp20 juta. “Semua koleksi pribadiku, daripada nganggur di rumah. Disewa untuk foto shoot, wedding, dan lainnya,” tambahnya.
Tak hanya itu. Ia juga menjalankan bisnis jual-beli dan penyewaan helikopter dan pesawat, guna meneruskan cita-citanya sebagai pilot. Ia dipercaya menjadi Chief Executive Officer, perusahaan penjualan heli dan pesawat bernama Aero Queen Pte Ltd, yang berpusat di Singapura. Bisnis ini dilakoni sejak 2016. Awalnya, ini bisnis turunan sang ayah dalam jual-beli. Kemudian ia kembangkan ke unit penyewaan atau rental.

Pinjam Modal Orangtua
Meski lahir dari keluarga kaya, Natasha, tak mau mendapatkan modal cuma-cuma dari orang tua. “Aku pinjam (modal), dibalikin setahun kemudian,” katanya, enggan merinci modal yang dimaksud.
Bisnis aeronautika ini banyak melayani penyewa dan pembeli dari Monako, Asia Tenggara, hingga Dubai. Mayoritas, pembeli dan penyewa untuk kebutuhan travel, umroh, dan usaha pertambangan. Ada 20 unit helikopter dan pesawat komersial di Aero Queen. Tak main-main, harga berkisar 5 juta dolar sampai 28 juta dolar per unit, dengan usia pembuatan produksi tahun 2010.
Dengan Aero Queen, ia ingin kedepan jadi penerbangan sipil yang bisa mengantar penumpang dari Indonesia ke mana saja, dan flight bebas. Meski gagal sebagai pilot, setidaknya, keinginan terjun di industri aeronautika, terwujud.
Tak mudah untuk menjalankan bisnis satu ini. Di usia 23 tahun, saat awal merangkak, ia pernah dipandang sebelah mata para calon klien yang ingin menyewa pesawat atau heli-nya. Gender dan usia, menjadi tolak ukur calon klien melihat kemampuan Natasha saat itu.
“Saat meeting dengan klien, aku lebih pantas dibilang jadi dokter kecantikan. Ada juga yang bilang, ini Miss World dari mana. Mereka berpikir soal kemampuan, umur, dan jam terbang, karena aku masih muda, mereka tua-tua,” tambahnya.
Lambat laun, ia bisa membuktikan diri. Kemampuan dan potensi yang ia bangun, mulai mendapat kepercayaan dari klien. “Aku enggak peduli mereka ngomong apa. Orang bilang apapun, aku selalu kerjain. Berani capek dan kerja keras, aku kerjain. Ini bagian dari motivasi papa,” katanya.
Penulis: Febriansyah Editor: Radinka Ezar
Komentar