Nalar.ID

Peluang Dibalik Musibah Pandemi Covid-19

Nalar.ID, JakartaBAK petir di siang bolong. Hati dan perasaan Soraya menyeruak. Ia gundah gulana usai menerima telepon dari tempatnya bekerja.

Kantornya mengabarkan jika Soraya terkena PHK, alias pemutusan hubungan kerja (PHK). Keputusan ini diambil setelah beberapa hari kantornya memberlakukan work from home (WFH).

Ia seorang ibu dari tiga anak. Sudah enam tahun ia bekerja di sebuah restoran di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai administrasi.

Soraya mengatakan PHK yang disampaikan perusahaan melalui telepon terhadap dirinya dinilai sangat menyakitkan. Namun, ia tak menyalahkan perusahaan. Ia cukup mengerti jika keputusan ini akibat dari resesi dan imbas atas pandemi Covid-19.

“Saya sempat video call dengan teman-teman. Ada yang sudah terima telepon (PHK), ada yang belum. Saya sedih banget,” tukasnya, kepada Nalar.ID, Kamis (16/4/2020).

Beruntung, suami Soraya sampai saat ini masih bekerja di sebuah perusahaan biro perjalanan wisata dan umroh. Itu pun tak dapat memberinya jaminan aman dari PHK, jika suatu saat perusahaan suaminya bekerja tiba-tiba juga ikut memberhentikan, sama seperti Soraya. Alhasil, Soraya pun cemas akan nasib keluarga kecilnya.

Rasa was-was bakal di PHK juga dialami salah seorang karyawan e-commerce di bilangan Matraman, Jakarta Timur. Sebut saja namanya Susilo.

Ia menuturkan, kantornya telah berunding dengan seluruh pegawai. Informasi yang disampaikan, ada pemotongan gaji sebesar 50 persen untuk bulan ini.

“Kata perusahaan, ini karena efek virus Corona. Perusahaan mau enggak mau harus hemat dan efisiensi, katanya,” ungkap Susilo.

Namun, sambung Susilo, ada kabar lebih mengerikan dari ini. Jika sampai Juni nanti pandemi ini masih berlangsung dan berlarut, perusahaan tempatnya bekerja akan ditutup, alias bangkrut.

Peristiwa yang dialami Soraya dan Susilo adalah potret fakta, bagaimana pandemi Covid-19 berdampak terhadap menurunnya kinerja suatu perusahaan.

Angka Pengangguran

Pelaku usaha mulai melakukan efisiensi dan langkah hemat dalam menyikapi meluasnya dampak virus tersebut. Dalam kesempatan terpisah, pemerintah mengakui pandemi Covid-19 membuat angka pengangguran meroket.

Malah dalam hitung-hitungan skenario lebih berat, angka pengangguran meningkat hingga 5,2 juta orang.

“Ada kenaikan sampai 2,9 juta orang pengangguran baru. Skenario beratnya, ada kenaikan 5,2 juta,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, belum lama ini melalui video conference.

Diketahui, Covid-19 telah meluas ke banyak negara. Hingga Kamis (16/4/2020) pukul 15.50 WIB, lebih dari 2,7 juta orang dilaporkan terinfeksi secara global, dan 137.193 meninggal.

Sementara di Tanah Air, kasus positif menembus 5.516, korban meninggal 496, dan pasien sembuh sebanyak 548 orang.

Sri Mulyani memprediksi, pemulihan ekonomi akan bisa berjalan. Paling tidak mulai kuartal terakhir tahun 2020, dan akselerasinya dilakukan di tahun 2021.

“Tekanannya akan sangat berat di kuartal kedua dan ketiga ini. Skenario berat kita ada di titik mendekati 0. Kalau kuartal keduanya itu akan mendekati 0, atau bahkan mungkin bisa negatif. Namun, di kuartal ketiga kita harap sudah mulai recovery,” kata Sri Mulyani, setelah rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo belum lama ini.

Ia  memproyeksi, tekanan kuartal kedua dan ketiga sangat besar, yakni pertumbuhan dapat mendekati 0 dan 1,5, atau negatif di minus 2 persen.

Inovasi dan Kreatif

Walau di tengah kesulitan, ada beberapa hal positif yang dapat dilakukan masyarakat di tengah pandemi ini. Bahkan, menjadi bisnis baru yang bisa menambah pundi-pundi uang.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali, belum lama ini menjelaskan, di tengah pandemi Covid-19, tak menutup kemungkinan pasti kesempatan atau peluang (opportunity) bagi pelaku usaha mengembangkan bisnisnya.

Saat-saat penuh tantangan seperti ini, kuncinya, menurut Rhenald adalah kreativitas, optimisme, dan inovasi. Contohnya, wabah SARS di Tiongkok tahun 2003 silam.

“Pandemi tersebut menjadi momentum pertumbuhan toko atau belanja online saat itu. Seperti Taobao milik Alibaba yang sekarang mendunia,” kata Rhenald.

Artinya, kata Rhenald, bila melihat melihat sesuatu dengan jernih, selalu ada peluang di balik musibah atau peristiwa.

Kejernihan berpikir inilah yang juga menjadi perhatian Rhenald. Ia ingin pelaku usaha dan masyarakat mendapatkan pegangan agar tetap dapat berpikir jernih dalam situasi seperti ini.

Berdasarkan studi dari Decoding The Economic of Covid-19: Potential Winners & Losers in The Short Term, ada sejumlah area usaha yang berpotensi menjadi pemenang di masa pandemi ini.

Rinciannya, area bisnis yang berpotensi menguntungkan, diantaranya sektor produk buah sayuran, pertanian, suplai obat dan layanannya, hingga personal healthcare.

Harapan Bangkit

Kejernihan inovasi dan pikiran tersebut rupanya dipandang jeli oleh Cathlea (bukan nama sebenarnya). Di tengah ancaman PHK, eks pegawai swasta ini justru sukses menjual ribuan hand sanitizer. Awalnya, ia tak menyangka peluang ini menjadi bisnisnya.

Saat awal memulai usaha ini, ia hanya berniat menolong saudara-saudaranya yang membutuhkan hand sanitizer, sebab dirinya punya alat pembersih yang berfungsi dalam upaya pencegahan virus Corona. Nama alat atau mesin yang ia buat itu adalah hypochlorous acid.

“Alat ini bagus untuk dibuat disinfektan atau hand sanitizer. Saya enggak jualan hand sanitizer, cuma untuk pemakaian pribadi saja. Semula cuma mau bantu aja. Saya lebih beruntung, saat banyak orang butuh hand sanitizer, saya tinggal bikin,” tukasnya, saat dihubungi Nalar.ID, Rabu (15/4/2020).

Lantas, sambung Cathlea, hand sanitizer itu ia unggah ke akun media sosialnya. Tak lama, ‘dagangannya’ mengundang banyak orang memesan. Momen ini dinilai tepat di tengah wabah Covid-19: banyak orang butuh pembersih tangan.

Walaupun telah menjadi ladang bisnis menjanjikan di tengah Corona, apa yang dibuat dan dijualnya tak membuatnya gelap mata.

Ia hanya mengambil untung sedikit, sebab botol untuk hand sanitizer sekarang sudah melonjak, dari Rp3.000 naik menjadi Rp8.000. Kembali ke niat awal, untuk membantu orang lain.

Ia tidak menaikkan harga secara drastis, hanya sesuai kenaikan harga botol. Bahkan jika ada orderan dan kebutuhan untuk donasi, ia memberikan potongan harga. Cathlea berpendapat, tidak bijak mengambil keuntungan sebesar-besarnya di keadaan seperti ini.

Penulis: Febriansyah, Erha Randy | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi