Nalar.ID – Artis dan produser Lola Amaria tengah menimba ilmu di New York, Amerika Serikat. Sembari liburan dan membuka jaringan perkawanan serta bisnisnya, sutrada film Negeri Tanpa Telinga ini mendaftarkan ke Kaplan College di New York, Amerika Serikat.
Di sana, ia short course selama dua bulan. Ia mengambil mata kuliah Humaniora dan Bisnis. Kampus ini bukan sekadar lembaga pendidikan yang di desain ulang dengan segala modernitas sistem ajarnya. Tapi, sekaligus mempertemukan Lola Amaria dengan siswa lainnya, dengan latar belakang budaya.
Di universitas di satu jalan dari Central Park South ini, Lola harus hampir seharian di kelas sejak pukul 8.30 – 15.30 petang waktu New York.
“Kulaih dari Senin sampai Jumat. Sabtu nyuci baju, belanja harian, untuk keperluan masak sendiri, dan istirahat. Minggu, kalau sempat, jalan-jalan eksplorasi New York,” tukas Lola, dalam keterangan tertulis diterima Nalar.ID, belum lama ini.
“Kuliah dari uang mandiri, tapi untungnya nggak semahal sekolah di Jakarta,” sambungnya, terkait biaya pendidikannya.
Sejak mendaftar di Kaplan College, Lola langsung mengurus surat kepelajarannya. “Kalau punya ID pelajar, naik angkutan kota, masuk museum, sampai nonton bioskop, bisa dapat diskon sampai 50 persen. Ngebantu banget,” tambahnya.
Lantaran happy dengan sistem belajar di Kaplan College, terselip banyak kesedihan bagi Lola.
“Negara maju mikirnya beda, ya. Di sini (AS) PCR gratis. Di negaraku tercinta, dari Rp 1,5 juta, turun Rp 1 juta, jadi Rp 800 ribu. Turun lagi jadi 500 ribuan, tapi tetap aja semurah-murahnya ratusan ribu,” ungkapnya.
Bahkan dalam banyak kasus, sambungnya, pemerintah AS memberi kompensasi sejumlah dolar kepada warganya yang mau vaksin gratis. Pasalnya, banyak warga negara AS, termasuk pegawai negerinya, yang menolak divaksin karena alasan tertentu.
Bahkan ganja di beberapa negara bagian di AS sudah dilegalkan, dengan tetap berpegang pada ketatnya aturan bernegara. Seperti pemakaian untuk alasan kesehatan, penyembuhan dan pemakainya tak dibawah umur.
Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar