Nalar.ID – Sejak 2018, pemerintah meluncurkan sistem Online Single Submission atau OSS. Sistem ini dirancang untuk mendorong perbaikan kemudahan berinvestasi di Indonesia.
Menurut data World Bank, Indonesia mendapat skor Ease of Doing Business (EoDB) pada angka 67,96 persen. Angka tersebut naik 1,42 persen jika dibandingkan tahun lalu, yakni 66,54 persen. Namun, peringkat kemudahan berusaha di Indonesia justru turun satu peringkat di posisi 73, dari sebelumnya di posisi 72.
Adapun, pemerintah terus mendorong peningkatan kemudahan investasi di Indonesia. Salah satunya dengan menyederhanakan proses perizinan melalui pembentukan sistem OSS.
Doktor Hukum Investasi Lusiana Sanato menilai, kebijakan OSS saat ini masih perlu dibenahi. Ternyata, kata Lusiana, sistem OSS masih dipengaruhi kendala teknis. Sebabnya, karena adanya disharmoni dan desinkronisasi.
“Salah satu bukti, masih terlihat ada disharmoni dari proses penggabungan usaha antara OSS vis-a-vis sistem di Kementerian Hukum dan HAM. Disharharmoni sistemik seperti ini perlu segera dibenahi untuk menjaga integritas OSS,” ucapnya, dihubungi Nalar.ID, Senin (12/8).
Sinkronisasi dan Harmonisasi
Maka itu, perlu sinkronisasi, harmonisasi, dan penyempurnaan regulasi pusat dan daerah. Serta antar-instansi agar OSS dapat berjalan optimal.

Kebijakan OSS bukan hanya menjadi tanggung jawab Kemenko Perekonomian dan BPKM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), namun kementerian dari lembaga lain.
“Mulai dari Kemendagri, Kemenperin, sampai kepala daerah terkait. Semua harus bisa saling koordinasi dan kerjasama dalam memberi kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan. Sistem ini mengisyaratkan bahwa pemerintah komitmen meminimalisir tindak pidana korupsi atau ekonomi berbiaya tinggi,” jelasnya.
Menurutnya, sistem OSS masih banyak kekurangan. Untuk optimalisasi, perlu pembenahan sistem OSS, yaitu ketersediaan infrastruktur yang mendukung sistem OSS, sumber daya manusia di instansi lembaga yang menaungi sistem OSS. Serta pemahaman pengusaha atau investor terhadap sistem yang baru ini.
Lalu, apa saja kendala teknis pada sistem OSS ini? Lusiana menyebut, hal yang belum mendukung implementasi OSS adalah belum siapnya infrastruktur.
“Khususnya di luar Pulau Jawa. Mulai dari masalah software dan konektivitas jaringan internet pada saat padat (trafic). Sistem pun menjadi lambat,” tukasnya.
Tumpang Tindih
Maka itu, untuk menghindari tumpang tindih dan ketidaksiapan sistem ini, yakni dengan penyederhanaan prosedur dan regulasi. Ini bagian dari upaya untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dan berdaya saing.
“Kehadiran OSS bisa mengintegrasikan proses perizinan. Mulai dari tingkat pusat hingga daerah, dan antar-instansi. Karena hanya dengan investasi swasta yang tumbuh, lapangan pekerjaan dapat berkembang dan pengangguran serta kemiskinan dapat dikurangi secara berkelanjutan,” jelasnya.
Sebenarnya, lanjutnya, sistem sudah dilakukan perbaikan di beberapa hal. Walaupun kadang terkendala sering terjadi sistem down, kurang siap pelayanan online, ketiadaan jawaban call centre, hingga kurang sosialisasi guna mengetahui sistem.
Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar