Nalar.ID, Jakarta – Pembatasan perjalanan dan larangan ke tempat rekreasi dampak Covid-19 menumbangkan bisnis pariwisata, termasuk di Bali dan wilayah lainnya di Indonesia. Beberapa perusahaan pun gulung tikar.
Pemerintah, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memastikan para pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif memperoleh insentif pajak usai penetapan kebijakan perluasan cakupan sektor yang mendapatkan relaksasi dan kemudahan di tengah pandemi Covid-19.
Insentif pajak itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 sebagai perluasan dari PMK Nomor 23.
PMK tersebut, kata Menparekraf Wishnutama Kusubandio, dalam keterangannya, Minggu (3/5/2020) mengatur pemberian insentif berupa subsidi PPh 21, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen
Kemenparekraf memastikan perluasan cakupan sektor industri sebagai upaya dalam menjaga keberlangsungan industri pariwisata.
“Agar tetap melaju di tengah pandemi,” kata Menparekraf Wishnu.
Terdapat perluasan sektor industri. Diantaranya pariwisata dan mencakup perhotelan. Kemudian restoran, biro perjalanan wisata, usaha wisata lain, hingga ekonomi kreatif seperti fotografi, periklanan, perfilman dan sebagainya.
Pihaknya mengatakan insentif ini menjadi langkah mitigasi dampak Covid-19 terhadap industri pariwisata dan ekonomi kreatif.
Disisi lain insentif ini lama dinanti oleh pihak industri. Benarkah?
Pengamat dan praktisi pariwisata, Harry Tjahaja Purnama mengungkapkan sejumlah pandangan terkait dampak pandemi ini terhadap keberlangsungan dunia pariwisata.
Berikut keterangan khusus Harry Tjahaja Purnama kepada Ceppy F. Bachtiar dari Nalar.ID, Minggu (3/5/2020):
Pembatasan perjalanan dan larangan ke tempat rekreasi imbas Covid-19 menumbangkan bisnis pariwisata dan penginapan. Bagaimana kondisi terakhir?
Kondisi Covid-19 memang mempunyai dampak yang sangat besar terhadap Industri pariwisata. Kondisi terakhir banyak karyawan yang di PHK (pemutusan hubungan kerja).
Selain itu?
Selama pemerintahan daerah dan masyarakat tidak sanggup mengadakan daerah wisata yang bebas Covid-19, langkah yang terbaik adalah membatasi atau larangan perjalanan.
Presentasi teleconference antara Komisi X DPR dan Kemenparekraf pada 6 April lalu, menyebut ada 34 provinsi menutup destinasi wisata sejak pertengahan Maret lalu. Termasuk membatasi maskapai penerbangan. Bagaimana tingkat kerugian atas penutupan itu?
Saya rasa program seperti subsidi pengurangan pajak, beban operasional seperti listrik dan lain-lain bagus dan sangat membantu pelaku pariwisata. Penutupan lokasi dan tempat pariwisata memang diperlukan untuk menantisipasi penyebaran Covid-19. Keselamatan adalah yang utama.

Apa solusi dan pemerintah untuk mengantisipasi kolapsnya industri pariwisata akibat dampak pandemi ini?
Ini pertanyaan sejuta umat. Semua negara yang pariwisatanya terdampak Covid-19 mencari langkah dan solusi. Langkah-langkah yang sudah diambil oleh Kemeneparekraf menurut saya sudah tepat.
Ada berapa hal yang bisa dipertimbangkan, diantaranya:
- Urban-tourism. Maksudnya urban tourism adalah turis asing bisa membeli properti dan stay di Indonesia dalam waktu yang lebih lama. Properti, khususnya apartemen tanpa harus dengan syarat yang ribet. Long stay tourists.
- Selain penurunan pajak dan distribusi, pemerintah bisa membantu financial di sektor pariwisata dengan pinjaman bunga rendah.
- Menciptakan daerah atau zona ‘free Covid-19’, di mana semua turis dan pengunjung yang masuk harus di isolasi di daerah tersebut selama dua minggu. Setelah itu mereka bebas menikmati daerah tersebut.
- Sambil menunggu situasi normal, pemerintah punya waktu untuk memperbaiki semua kekurangan dan mempersiapkan program-program ke depan. Misalnya jalur wisata. Kita bisa membuat dan memperhitungkan jalur-jalur yang akan ditempuh wisatawan ke obyek-obyek, sehingga bisa memaksimalkan fasilitas, aktivitas dan sarana bagi pelaku pariwisata.
- Membantu praktisi pariwisata dalam langkah inovasi. Ada pelaku pariwisata menjadikan hotelnya tempat karantina serta restoran menjalankan Home Delivery Service. Lalu program peduli wisata membantu cashflow dengan memberikan penjualan online special discount ticket pesawat, hotel tempat rekreasi yang bisa digunakan setelah Covid-19 berlalu, dan lain sebagainya.
Apa yang terjadi dengan pariwisata di Bali, mewakili gambaran besar di tingkat nasional atas dampak pandemi ini. Menurut pendapat Anda?
Bali memang ikon pariwisata Indonesia. Kalau kita berbicara di sektor internasional, memang Bali mewakili Indonesia. Semua daerah wisata mendapat situasi yang sama, yaitu pembatasan perjalanan. Namun angka penyebaran Covid-19 di Bali, dikatakan cukup rendah, justru membuka peluang yang cukup besar untuk bersaing dengan negara lain.
Lalu?
Saya hanya berandai-andai, menjadikan Bali Wisata Zona Bebas Free Covid-19. Memang, diperlukan kerjasama semua pihak, karena semua tamu yang datang ke Bali harus dikarantina dua minggu sebelum bebas menikmati Bali. Namun, semua tergantung dari mekanisme dan kearifan dari pemerintahan daerah dan masyarakat di sana.
Industri pariwisata termasuk sektor terdampak tinggi dan berpeluang menurunkan devisa. Sumbangan sektor ini ke devisa negara paling besar di luar migas. Jika sampai akhir tahun pariwisata nasional belum pulih, apa dampak besar untuk industri ini dan secara nasional?
Sudah tidak bisa dipungkiri devisa berkurang, dampak ekonomi negara juga berpengaruh ekonomi secara nasional. Tapi, bukan hanya negara kita saja yang mengalami dampak ekonomi ini, tapi secara global.
Langkah solusinya?
Pemerintah harus bisa kreatif dan melirik sektor pariwisata lebih luas, seperti urban-tourism. Ada beberapa orang Indonesia yang punya properti di luar negeri seperti di Singapura dan Australia.
Mengapa tidak sebaliknya? Paling tidak apartemen bisa dibuka dan dimudahkan untuk kepemilikan asing. Di sisi lain asing bisa membangun apartemen di Indonesia, tapi kalau pembelinya hanya boleh orang Indonesia, tentu saja pendapatan devisa sudah timpang di sana.
Komentar