Nalar.ID

Pria Ancam Penggal Presiden, Advokat Hendarsam Marantoko: Tersangka Belum Ada Instrumen ke Arah Makar

Nalar.ID – Polisi menangkap pria berinisial HS yang diduga mengancam memenggal kepala Presiden Joko Widodo, Minggu (12/5/2019). Pria itu ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan pasal makar.

Dalam keterangannya, Minggu (12/5/2019), Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menuturkan bahwa pelaku Pasal 104 KUHP dan Pasal 27 ayat 4 juncto Pasal 45 ayat 1 UU ITE.
Bunyi Pasal 104 KUHP, berisi:

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Sementara, Pasal 27 Ayat 4, berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman.

HS diduga melakukan perbuatan itu pada Jumat, 10 Mei 2019, saat menggelar unjuk rasa di depan gedung Bawaslu.

Dalam kesempatan terpisah, lawyer dan praktisi hukum Hendarsam Marantoko menuturkan, dari sisi hukum, yang harus dilihat adalah ‘motif’ dalam perkara ini. Berikut penuturannya, dihubungi Nalar.ID, Senin (12/5/2019)

Bagaimana Anda melihat kasus ini?

Artinya, harus dilihat, apakah orang tersebut memiliki instrumen untuk melakukan makar? Jika dia cuma orang biasa saja apakah dapat melakukan makar?

Apa artinya makar?

Yang dimaksud makar dalam permasalahan ini adalah menggulingkan kekuasaan dengan cara melakukan pembunuhan kepada kepala negara (Presiden Jokowi). Jadi pasal makar tidak tepat untuk digunakan karena orang tersebut tak punya kekuatan, sumber daya, atau insrumen, untuk melakukan pembunuhan atau makar terhadap negara.

“Karena harus ada tolak ukur yang jelas untuk menyatakan orang tersebut ‘berpotensi’ melakukan makar. Jika tidak ada maka tidak tepat,” ucapnya.

Seharusnya bagaimana?

Sebab itu, makar tidak tepat digunakan. Namun, UU ITE Pasal 29 tentang ancaman dalam informasi elektronik mungkin bisa diterapkan. Tetapi polisi harus melihat aspek sosiologisnya.

Contohnya?

Termasuk mengingat kejadian serupa, pernah terjadi ke Bapak Fadli Zon dan Pak Jokowi yang dilakukan tapi tak dilakukan tindakan hukum apapun terhadap orang-orang tersebut.

Lalu, bagaimana menggunakan media sosial dengan baik dan benar?

Dalam ber-media sosial, kita harus mengedepankan narasi bersifat positif dan membangun. Terutama bagi masyarakat yang ingin mengkritisi penguasa, mengingat track record kepolisian yang cenderung tahanan ke oposisi dan lemah ke pendukung penguasa

Mengapa  masyarakat saat ini mudah berkomentar negatif di medsos?

Ini merupakan fenomena. Medsos saat ini adalah salah satu sumber utama informasi. Serta media untuk mengekspresikan diri dan masyarakat masih belum terbiasa untuk menggunakan secara tepat karena masih ‘barang baru.

Ada rencana tim dari BPN (badan pemenangan nasional) untuk mendampingi tersangka?

BPN akan mengadvokasi tersangka.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi