Nalar.ID

Sekjen HIPPINDO Haryanto Pratantara: Efisiensi adalah Pilihan Utama Survive

Nalar.ID, Jakarta – Bisnis pusat perbelanjaan atau mal di DKI Jakarta turut terhantam efek penyebaran virus Corona atau Covid-19. Terakhir, ada sekitar 150 ribu karyawan pusat perbelanjaan yang berpotensi dirumahkan sementara waktu karena menurunnya omzet akibat pandemi tersebut.

Asosiasi pengembang menyatakan, bila pandemi ini tidak kunjung reda, praktis, pemulihan untuk bisnis pusat perbelanjaan diperkirakan bakal membutuhkan waktu yang sangat lama.

Sementara, kondisi eksisting bisnis pusat perbelanjaan, sejauh ini membuat pengelola mal atau pengembang memutuskan menutup sebagian operasionalnya dalam mencegah penyebaran virus kian merebak.

Alhasil, ada sejumlah pengelola terpaksa memutuskan merumahkan karyawannya. Lebih ironis, ada yang memutus hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Sekretaris Jenderal Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (HIPPINDO), Haryanto Pratantara menyebut, dalam situasi sulit seperti sekarang ini, tidak ada pemasukan atau penghasilan dari perusahaan.

“Dampak yang terjadi adalah kerugian dan ketiadaan cash flow untuk membiayai operasional sehari-hari,” kata Sekretaris Jenderal Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (HIPPINDO), Haryanto Pratantara.

Pihaknya juga mengatakan saat ini banyak perusahaan dalam posisi tidak mungkin untuk mendapatkan penghasilan, sehingga efisiensi merupakan pilihan utama untuk bisa ‘survive’.

Berikut keterangan lengkap Haryanto Pratantara, dihubungi Nalar.ID, Rabu (15/4/2020):

Tidak sedikit sektor usaha terdampak negatif akibat Covid-19. Menurut Anda, bagaimana potensi perlambatan ekonomi dari pandemi ini?

Potensi perlambatan ekonomi akan sangat besar. Bahkan jika wabah ini berkepanjangan akan menyebabkan global resesi dan merupakan salah satu resesi yang paling parah selama ini. Jadi, kita berharap pemerintah dan semua pihak terkait bisa bekerja sama dengan maksimal agar wabah ini bisa ditangani dengan cepat.

Terganggunya roda usaha, memunculkan opsi PHK beberapa sektor usaha sebagai bentuk efisiensi. Pendapat Anda terkait opsi ini?

Dalam situasi sulit seperti sekarang, di mana tidak ada pemasukan atau penghasilan dari perusahaan, maka dampak yang terjadi adalah kerugian dan ketiadaan cash flow untuk membiayai operasional sehari-hari.

Saat ini banyak perusahaan dalam posisi tidak mungkin untuk mendapatkan penghasilan, sehingga efisiensi merupakan pilihan utama untuk bisa ‘survive’.

Banyak usaha di Indonesia, khususnya ritel yang biaya terbesarnya adalah biaya tenaga kerja, maka ini merupakan salah satu bagian yang pasti dipikirkan agar bisa se-efisien mungkin.

Tetapi, PHK merupakan pilihan paling akhir yang harus diambil. Ini tergantung berapa lama krisis wabah ini berakhir. Semakin cepat, kemungkinan terjadi PHK akan juga bisa dihindari.

Jika PHK tak masuk opsi, menurut Anda opsi lain apa agar roda usaha tetap berjalan?

Salah satu masalah utama adalah ketiadaan cash flow atau uang masuk, sehingga otomatis dunia usaha akan memotong pengeluaran termasuk tenaga kerja (PHK).

Jika hal ini ingin dihindari, harus dari pemerintah, baik pusat dan daerah yang membantu. Sebab, hanya pemerintah yang saat ini memiliki dana dan kekuatan untuk membantu dunia usaha.

Contohnya, memberikan bantuan fiskal, seperti keringanan perpajakan, hingga pembebasan bayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosisal (BPJS). Lalu bantuan modal kerja, bantuan tunai langsung (BTL) kepada pekerja yang potensial di PHK jika tidak dibantu, hingga keringanan biaya tarif listrik, hingga lainnya yang meringankan beban biaya dunia usaha.

Apakah pelaku usaha perlu mendesak pemerintah memberikan insentif pajak bagi pengusaha? 

Ya, harus. Apalagi stimulus fiskal yang sudah dikeluarkan pemerintah tidak mencakup sektor-sektor lain yang sebenarnya terkena dampak parah juga. Misalnya, sektor ritel, yang jelas-jelas terpukul malah tidak termasuk dalam stimulus fiskal lainnya.

Apa yang harus pemerintah lakukan untuk memulihkan sektor usaha atau bisnis agar nanti kembali normal?

Pemerintah harus membantu meringankan beban usaha agar dunia usaha memiliki kekuatan atau dana untuk bisa bangkit kembali. Karena dampak pemulihan dari wabah ini tidak akan langsung 100 persen normal. Melainkan bertahap sebelum kembali ke 100 persen normal.

Jadi, waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan bisa berbulan-bulan. Tanpa bantuan pemerintah, dunia usaha tidak akan bisa bertahan selama itu.

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi