Nalar.ID

Sekolah Lapang Iklim, Cara Petani Hadapi Iklim Ekstrem

Nalar.ID, Temanggung – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim atau SLI, secara virtual di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (6/6/2020). Kegiatan ini sebagai langkah antisipatif menghadapi iklim ekstrem ditengah pandemi Covid-19.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan dampak iklim ekstrem sangat berpengaruh pada sektor pertanian, sebab akan mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas atau kualitas.

“Lalu, berkembangnya hama penyakit karena tidak sesuainya pola tanam dengan kondisi iklim yang kemudian mengancam kualitas produksi hingga gagal panen. Risiko gagal panen ini akan berdampak luas pada sistem ketahanan pangan nasional,” kata Dwikorita, kepada Nalar.ID, Sabtu (6/6/2020).

Pengenalan Petani

Dwikorita menambahkan petani dan penyuluh pertanian perlu dibekali dan mendapat sosialisasi secara masif tentang iklim. Dengan pemahaman itu, lanjutnya, selain produksi yang dihasilkan semakin meningkat, informasi dari BMKG bisa dimanfaatkan maksimal untuk mendukung sektor pertanian.

“Petani dan penyuluh pertanian dibekali beberapa materi pengetahuan. Seperti pengenalan unsur cuaca, alat ukur cuaca dan penakar hujan sederhana, pemahaman informasi dan prakiraan iklim atau musim. Lalu, proses pembentukan hujan, pemahaman iklim atau iklim ekstrem sampai materi pengaruh cuaca atau iklim terhadap hama dan penyakit pada tanaman,” ungkapnya.

Selain itu penyampaian materi dan konsultasi dilakukan secara virtual dengan bahasa sederhana agar mudah dimengerti petani dan penyuluh pertanian. Metode pembelajaran jarak jauh ini sebagai langkah pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19, tanpa menghilangkan substansi pokok SLI.

“Dengan memahami informasi iklim produktivitas pertanian, bisa meningkat sampai 30 persen. Jika dulu petani tradisional bisa berpatokan pada hari dan bulan, sekarang dengan data, yaitu pola curah hujan tiap wilayah,” tukasnya.

Percepatan Musim Tanam

Dwikorita juga mengatakan, Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu mendorong petani untuk melakukan percepatan musim tanam tahun 2020.

Instruksi itu, katanya, bukan tanpa alasan mengingat BMKG memprediksi bahwa puncak musim kemarau akan terjadi Agustus. Sementara curah hujan diperkirakan masih berlangsung hingga Juni. Percepatan itu guna mengantisipasi krisis pangan.

“30% wilayah di Indonesia yang memasuki zona musim akan mengalami kemarau lebih kering dari biasanya. Percepatan musim tanam ini memanfaatkan sisa curah hujan sebelum memasuki kemarau panjang,” imbuhnya.

Penulis: Febriansyah | Editor: Radinka Ezar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi