Nalar.ID, Jakarta – Walaupun beberapa kasus korupsi besar berhasil ditangani, Presiden Joko Widodo mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak berpuas diri dan terus meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Aparat penegak hukum termasuk KPK sekali lagi jangan cepat berpuas diri dulu karena penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini,” ucap Presiden.
Kepala Negara menyebutkan bahwa kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum memiliki jumlah yang luar biasa. Beberapa kasus korupsi besar juga berhasil ditangani secara serius, seperti kasus Jiwasraya, Asbari, dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ia menjelaskan, periode Januari – November 2021, Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi dan kejaksaan pada periode yang sama telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi.
“Dalam kasus Jiwasraya misalnya, para terpidana telah dieksekusi penjara oleh kejaksaan. Dua di antaranya divonis penjara seumur hidup dan aset sitaan Rp18 triliun dirampas untuk negara. Dalam kasus Asabri, 7 terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai hukuman mati, serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah,” tuturnya.
Ia menjelaskan, menurut survei nasional November 2021, masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua yang mendesak untuk diselesaikan.
“Urutan pertama adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Ini yang diinginkan oleh masyarakat mencapai 37,3 persen. Urutan kedua adalah pemberantasan korupsi mencapai 15,2 persen dan urutan ketiga adalah harga kebutuhan pokok mencapai 10,6 persen,” ucapnya.
Presiden menuturkan, tindak pidana korupsi menjadi pangkal dari masalah yang lain. Termasuk terganggunya penciptaan lapangan pekerjaan dan meningkatnya harga kebutuhan pokok. Presiden menyebutkan, Indonesia masih butuh kerja keras untuk dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi.
“Ini dari 180 negara, Singapura sekali lagi ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57, dan Indonesia masih di ranking 102,” tuturnya.
Maka itu, Presiden menekankan, penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan saja. Lebih jauh, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental dan komprehensif agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
“Melihat fakta-fakta tersebut diperlukan cara-cara baru yang lebih extraordinary. Metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan,” tandasnya.
Penulis: Febriansyah | Editor: Febriansyah
Komentar