Nalar.ID

TBC Indonesia Tiga Tertinggi di Dunia, Menkes: Bukan Cuma Urusan Pemerintah

Jakarta, Nalar.ID – Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, dalam ‘Seminar Nasional Penurunan Stunting dan Eliminasi TBC’, belum lama ini menerangkan bahwa TBC (tuberculosis) merupakan penyakit menular dan menjadi catatan di global karena masalah luar biasa.

Penyakit ini, lanjutnya, dapat ditularkan mudah. “Jadi harus ada implementasi dan strategi nasional untuk mencegah,” kata Nila.

Berikut penjelasan Nila, kepada Nalar.ID, bersama sejumlah awak media, belum lama ini.

Bagaimana dengan penyakit tak menular?

Ada tambahan angka penyakit tak menular di masyarakat. Tapi bukan berarti penyakit menular enggak perlu perhatian khusus dan lebih. Terlebih, prevalensinya masih cukup tinggi seperti TBC atau infeksi bakteri menyerang paru.

Posisi di Indonesia?

Dari catatan WHO Global TB Report 2018, musibah TBC di Indonesia mencapai 842 ribu kasus. Sementara, angka mortalitas adalah 107 ribu kasus. Jumlah ini bikin kita (Indonesia) berada di urutan ketiga tertinggi kasus TBC. Pertama dan kedua adalah India dan China. Ini memprihatinkan karena bisa berdampak sosial dan keuangan pasien, lalu keluarga, dan masyarakat.

Bagaimana proses penyembuhannya?

Risiko penularan bisa dikurangi kalau semua pasien terdiagnosis dan diobati sampai sembuh. Sayangnya, dari angka kasus yang dirilis WHO, Badan Penelitian Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), baru menemukan 53 persen, atau 402.572 kasus ternotifikasi dan diobati. Sisanya belum diobati, atau sudah diobati tapi belum lapor ke Kemenkes.

Potensi TBC, biasa menyerang di usia berapa?

Sebagian besar usia produktif 15 – 54 tahun. Kondisi ini membuat pasien kehilangan waktu produktif karena kecacatan dan kematian dini yang berdampak pada kerugian ekonomi. Diagnosis dan pengobatan TBC bebas biaya. Tapi pasien harus mengeluarkan biaya gizi, akomodasi, dan transportasi, saat pengobatan. Belum lagi hilang penghasilan karena ketidakmampuan bekerja.

Langkah penyelesaian?

Untuk mencapai eliminasi TBC dari target tahun 2030, perlu strategi akselerasi. Mulai dari penguatan manajemen program, peningkatan kemitraan kemandirian masyarakat, peran dan kepemimpinan program berbasis kabupaten/ kota, hingga penguatan sistem dan manajemen TBC lewat upaya penelitian dan pengembangan serta akses layanan bermutu.

Pemerintah terkesan kurang ‘greget’. Bagaimana?

TBC bukan urusan pemerintah saja. Pemerintah ngeluarin regulasi, tapi yang melakukan terus adalah yang bawah (pemerintah). Perlu intervensi sensitif untuk mengatasi masalah ini. Tapi, kan kinerja harus juga dilakukan di luar Kemkes.

Seharusnya bagaimana?

Perlu dukungan multi sektor untuk pencegahan dan pengendalian faktor risiko. Peran ini sangat penting bagi keberhasilan pencapaian derajat kesehatan di masyarakat. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, lembaga sosial kemasyarakatan, akademisi, organisasi profesi, media massa, dunia usaha, sampai mitra pembangunan.

Penulis: Febriansyah | Editor: Ceppy F. Bachtiar

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi