Nalar.ID

The Power of Silaturahmi dan Manajemen Waktu

*Oleh: Nurcholis MA Basyari

Nalar.ID – Waktu itu suatu ukuran yang pasti rentangnya. Ia tidak bisa ditawar-tawar untuk ditambah atau dikurangi. TUHAN telah menjatah putaran waktu dalam sehari untuk kita “hanya” 24 jam.

Dalam dunia sepakbola, memang ada injury time. Namun, hukum zero sum game mutlak berlaku. Penambahan waktu untuk masa injury time itu sejatinya mengurangi waktu untuk agenda lainnya.

Karena itu, tidaklah tepat jika dikatakan waktunya molor alias jam karet. Yang ada ialah “berkurangnya” alokasi waktu untuk suatu agenda –yang boleh jadi penting dan merupakan kegiatan inti- dan “bertambahnya” alokasi waktu acara lain –yang sangat mungkin tidak penting atau bahkan yang biasa disebut sebagai buang-buang waktu.

Di sinilah hebatnya Mas Aqua Dwipayana, pakar komunikasi dan motivator nasional yang sangat ahli dan mumpuni dalam menjalin silaturahim. Sehari-hari, agenda Mas Aqua memang “hanya” tiga, yakni silaturahim, sharing komunikasi dan motivasi, dan mengirimkan 2-5 tulisan hariannya kepada ribuan anggota jejaringnya di kalangan Komunitas Komunikasi Jari Tangan.

Namun, jadwalnya sangat padat. Nyaris tanpa mengenal hari libur, termasuk ketika masa libur Idhul Fitri, Idhul Adha, dan Natal-Tahun Baru. Untuk melaksanakan agenda yang digelar di berbagai kota di seluruh Indonesia bahkan manca negara itu, sangat diperlukan keahlian dalam mengatur alokasi waktu. Istilah kerennya: time management.

Maklum, hal itu karena kegiatan tersebut membutuhkan pergerakan lintas wilayah yang sangat terkait erat dengan ketersediaan transportasi udara, laut, dan darat. Untuk moda transportasi darat, mungkin tidak masalah karena dapat tersedia setiap saat. Begitu juga dengan moda transportasi laut atau perairan sungai dan danau karena dapat disiapkan perahu atau speed boat dengan relatif gampang, Namun, tidak demikian dengan kapal udara yang selama ini ketersediannya harus menyesuaikan dengan jadwal penerbangan dan ada tidaknya kursi (seat) yang belum terisi.

Belum lagi harus menghitung potensi kemacetan yang mungkin dihadapi, terutama saat bergerak di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

Sangat Efektif & Efisien

Di berbagai kesempatan mengikuti kegiatan tersebut, saya melihat dan merasakan langsung betapa Mas Aqua bukan hanya pakar di bidang ilmu dan praktik komunikasi. Lebih dari itu, beliau juga sangat ahli dan mumpuni dalam manajemen waktu.

Pekan lalu, misalnya, dalam 5 hari saja, pergerakan beliau menjangkau delapan provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.

Sebagai ilustrasi, Senin (9/7/2018) dinihari Mas Aqua meluncur dari kediamannya di Bogor, Jawa Barat, ke Bandara Soetta di Tangerang Banten untuk menuju Padang, Sumbar. Di kampungnya itu Mas Aqua sharing Komunikasi dan Motivasi 2 sesi di Universitas Negeri Padang (UNP) dgn jumlah peserta lebih dari 800 orang.

Di sana Mas Aqua ngga nginap. Hanya sekitar 14 jam. Selasa dinihari tiba kembali di Jakarta. Selasa pagi Mas Aqua menghadiri Sarasehan Nasional yang digelar oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) atas undangan Sekjen Wantannas Letjen TNI Doni Monardo. Mas Aqua menjadi salah satu panelis di acara yang bertema: Belajar dari Resolusi Konflik dan Damai Maluku untuk Indonesia yg Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Acara yg dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla dgn peserta sekitar 1.000 orang itu berlangsung selama 2 hari. Mas Aqua intens mengikuti kegiatan tsb.

Rabu sorenya, kami bertemu di Bandara Soetta, Tangerang, Banten. Sekira dua jam sebelum sama2 terbang ke Semarang, Jawa Tengah, kami diskusi intensif tentang berbagai hal, terutama terkait perkembangan terakhir di Tanah Air, rencana penyusunan buku, dan pencetakan buku super best seller Mas Aqua, The Power of Silaturahim: Rahasia Sukses Menjalin Komunikasi yang tengah berlangsung hingga skema distribusinya nanti.

Sekira pukul 19.00 kami mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang. Empat puluh lima menit kemudian,  Mas Aqua dan saya sudah larut dalam rapat dan diskusi di Kantor PLN Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. General Manager (GM) PLN Wilayah Jateng & DIY Agung Nugraha memimpin rapat yang disebutnya sebagai forum silaturahim itu.

Hadir belasan pemimpin PLN Jateng & DIY, mulai dari level manajer, asisten dan deputi bidang, area, hingga rayon. Topik utamanya pematangan persiapan penyusunan buku yang diharapkan akan menjadi “cetak biru” untuk peningkatan kinerja korporasi dalam menjalankan usaha sekaligus melayani para pelanggan, terutama bagi jajaran PLN Wilayah Jateng & DIY pada khususnya, dan PT PLN (Persero) maupun BUMN pada umumnya.

Kami berdua hadir untuk membantu mewujudkan ide menerbitkan buku yang ditulis oleh jajaran internal PLN Wilayah Jateng & DIY berdasarkan pengalaman nyata di lapangan itu. Para pemimpin di tingkat wilayah hingga rayon akan menuangkan lika-liku mereka meraih kinerja terbaik (K1). Padahal, selama ini mereka bak terseok-seok di kompetisi “liga divisi 3” (K3) atau maksimal naik ke K2.

“Rapat ini sebenarnya sebagai (forum) silaturahim kita, khususnya dengan Pak Aqua dan Pak Nurcholis yang berkenan hadir bersama kita. Itung-itung sambil menunggu laga semifinal sepakbola Piala Dunia (2018 antara Timnas Inggris versus Kroasia),” kata Pak Agung untuk mencairkan suasana di awal sambutannya.

Dari rapat yang berlangsung sekira tiga jam, saya mengambil banyak pelajaran sangat berharga dari Pak Agung Nugraha dan jajaran PLN Wilayah Jateng & DIY yang dipimpinnya. Beliau memperlihatkan watak kepemimpinan kuat (strong leadership) dan tata kelola amanah (good governance).

Pak Agung juga memperlihatkan sikap rendah hati dan menonjolkan keteladaan dalam bekerja sepenuh hati dan berdedikasi tinggi melayani masyarakat, menerangi negeri, dan memajukan korporasi. Jajarannya pun tampak antusias dan bersemangat bekerja, termasuk pada saat rapat yang berakhir menjelang tengah malam itu. Semua peserta rapat menyimak dgn serius paparan GM, Mas Aqua, dan saya.

“Saya ingin telur pecah dari dalam, bukan dari luar. Telur yang pecah dari dalam akan memunculkan kehidupan-kehidupan baru dan berkelanjutan, sedangkan jika pecah dari luar tamatlah kehidupan. Paling banter digoreng,” kata Pak Agung.

Para peserta juga silih berganti memaparkan ide, usulan, masukan, dan pertanyaan. Bahasa tubuh dan raut wajah mereka tidak menampakkan kegelisahan yang mencerminkan keinginan agar rapat segera berakhir. Mereka seolah telah mendapatkan suntikan obat kuat tanpa fasa kantuk. Setelah rapat ditutup, masih melanjutkan pembicaraan informal.

Pak Agung juga tidak langsung pulang tetapi kembali ke ruang kerjanya. Beliau baru pulang sekira 30 menit kemudian.

24 Jam di Empat Provinsi

Setelah transit sekira dua jam di rumah dinas Pak Agung di kawasan Candi Semarang, Mas Aqua dan saya pamit meluncur ke Yogyakarta. Tujuannya ialah Bandara Internasional Adisutjipto.

Musim liburan (peak season) menyebabkan saya tidak bisa mendapatkan tiket pulang Semarang-Jakarta. Yang masih tersedia ialah tiket penerbangan Yogyakarta-Jakarta.

Sesungguhnya sayalah yang berkepentingan karena harus kembali ke Jakarta naik pesawat Sriwijaya Air penerbangan paling pagi yang berangkat pukul 05.00. Dari Bandara Soetta, saya masih harus melanjutkan penerbangan ke Makassar, Sulawesi Selatan, dengan berganti pesawat. Atas bantuan mas Aqua yang berteman akrab dengan Pak Chandra Lie, pemilik sekaligus Dirut Sriwijaya Air Group, saya mendapatkan kursi paling depan.

Saya sebenarnya sudah bilang ke Mas Aqua untuk tidak usah ke Yogyakarta kalau hanya untuk mengantarkan saya ke bandara. Saya bilang Mas Aqua istirahat saja. Saya toh bisa berangkat bersama sopir yang sudah beliau urus dan siapkan sebelumnya.

“Gak apa-apa Mas Nurcholis. Saya bisa istirahat di mobil nanti sepulang dari bandara,” kata Mas Aqua.

Saya merasakan Mas Aqua yang berteman akrab dengan para petinggi TNI-Polri dan korporasi swasta maupun BUMN itu tidak mau memperlakukan saya semata-mata dalam hubungannya sebagai editor buku super best seller beliau itu. Beliau tidak ingin setengah-setengah memberikan perhatian dan treatment terhadap saya yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri.

Saya merasakan syukur yang sangat mendalam atas atensi dan perlakuan sangat baik Mas Aqua terhadap saya. Padahal, saya merasa siapalah awak ini.

Setelah melepas keberangkatan saya di pintu masuk bandara, Mas Aqua kembali ke Semarang. Kamis (12/7/2018) siang itu, doktor lulusan Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, itu terbang ke Surabaya. Hanya beberapa jam, di ibu kota provinsi Jawa Timur itu, malam harinya, ayah Alira Vania Putri Dwipayana dan Savero Karamiveta Dwipayana itu bertolak ke Makassar.

Pagi harinya, tepat pukul 07.00 Wita, Mas Aqua menjadi salah satu saksi akad nikah keponakan saya Rosa Budiasri dan Saripudin Sahri. Mas Aqua hadir di acara tersebut hingga selesai.

Rosa ialah anak perempuan Bu Guru Siti Amanah, anggota Jamaah Umroh The Power of Silaturahim (POS) I yang berangkat ke Tanah Suci pada 8-16 Januari 2017. Mas Aqualah yang menggagas dan mendanai kegiatan umroh POS I yang diikuti 35 orang dan POS II pada 18-26 April 2018 yang diikuti 39 orang. Sore harinya, Mas Aqua bertolak ke Jakarta.

Terima kasih kasih banyak Mas Aqua. Saya tidak hanya mendapatkan perlakuan dan perhatian istimewa dari beliau. Lebih dari itu, saya memperoleh banyak pelajaran berharga, termasuk manajemen waktu, kerendahan hati, dan totalitas sepenuh hati lillahi ta’ala dalam berteman, bersahabat, dan bersaudara.

Pantaslah jika banyak yang memposisika beliau sebagai Guru Qolbu. Semoga TUHAN memberkati Mas Aqua sekeluarga, Amiin YRA.

*Nurcholis MA Basyari, editor buku ‘The Power of Silaturahim: Rahasia Sukses Menjalin Komunikasi’ dan Ketua Rombongan Umroh POS I & II


Ini adalah tulisan kiriman dari pembaca Nalar. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi. Ingin mengirim tulisan Anda? Hubungi redaksi.

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi