Nalar.ID – Jakarta Pusat paling banyak disinggahi gelandangan. Demikian penjelasan ahli statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Tanno Kamila Helaw, di Jakarta belum lama ini.
“Data 20018, sebanyak 111 gelandangan berkeliaran di situ (Jakarta Pusat). Urutan kedua, di Jakarta Selatan total 50 gelandangan. Ketiga, di Jakarta Barat total 42 orang, dan Jakarta Utara 14 orang,” kata Tanno, kepada Nalar.ID.
Urutan keempat, Jakarta Timur, tercatat paling sedikit disambangi gelandangan atau tuna wisma dengan total 12 orang.
Pengemis Terbanyak
Sementara, untuk pengemis terbanyak di Jakarta Selatan dengan total 76 orang. “Di Jakarta Timur 43 (pengemis). Sementara Jakarta Pusat hanya 31 orang. Berikutnya Jakarta Barat 19 orang, dan Jakarta Utara 4 orang,” tukasnya.
Untuk anak jalanan, wilayah yang paling banyak didatangi adalah Jakarta Barat, total 263 orang. Lalu, Jakarta Timur total 260 orang. Sedangkan Jakarta Pusat ada 102 orang, Jakarta Utara 87 orang, dan Jakarta Selatan 75 orang.
“Data tersebut didapatkan dari data penyandang masalah kesejahteraan sosial. Data dibuat Dinas Sosial DKI Jakarta pada Mei 2018,” jelasnya.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng) tidak hanya disebabkan faktor ekonomi.
“Kami mengendus, ada kejahatan kolektif terorganisir dalam kasus ini. Semacam mafia atau kartel. Malah ada pembagian wilayah,” ucap Agus.
Obat Terlarang
Dalam kasus ini, diakuinya, pihaknya kerap mendapati kehadiran obat-obat terlarang yang sengaja diberikan kepada para calon gepeng. Akibatnya, mereka mengalami ketergantungan dan mudah dieksploitasi.
Menurut Agus, ini sebuah kejahatan dengan menjadikan manusia sebagai komoditas. “Dan melibatkan sewa menyewa anak, (menyewa) orang, dan modus lainnya,” ujarnya.
Selain faktor kejahatan dan dorongan ekonomi, faktor mentalitas juga salah satu pemicu kehadiran gepeng. “Mereka mengemis karena mau jalan pintas untuk mendapatkan uang,” tambahnya.
Pihaknya memprediksi, populasi gepeng di seluruh Indonesia telah mencapai 77.500 orang. Jumlah ini tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia. Ia mengakui, jumlah itu fluktuatif sebab sulit didata, bahkan cenderung naik pada hari-hari besar seperti hari raya.
Penulis: Ferdiansyah, Ceppy F. Bachtiar | Editor: Ceppy F. Bachtiar
Komentar