Nalar.ID

Menperin: Industri Penerbangan-Dirgantara RI Bermasa Depan Cerah

Nalar.ID, Jakarta – Industri penerbangan dan dirgantara Indonesia memiliki prospek yang cerah dengan didukung kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 17 ribu pulau membentang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat.

Maka, transportasi udara akan jadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional, serta penggerak utama perekonomian Indonesia.

“Jumlah penumpang udara di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 30% dari tahun ke tahun jadi 140 juta dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia diperkirakan jadi pasar transportasi udara terbesar keenam di dunia tahun 2034,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Jumat (8/9/2022), kepada Nalar.ID.

Menperin menuturkan, industri penerbangan nasional terdiri dari industri pembuatan pesawat dan komponen, industri Maintenance Repair and Overhaul (MRO), dan industri pembuatan drone.

Indonesia memiliki sekitar 31 perusahaan MRO yang mendukung industri pesawat terbang dan bisnis penerbangan. Perusahaan-perusahaan itu telah memiliki 145 sertifikat Aircraft Maintenance Organization (AMO) yang dikeluarkan oleh Indonesian Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA).

“Nilai MRO domestik pada 2022 diproyeksikan USD1,7 miliar, sedangkan nilai bisnis MRO global mencapai USD93,5 miliar. Persaingan bisnis MRO global ke depan semakin ketat. Kami mendorong MRO dalam negeri untuk berkolaborasi dengan mitra asing untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya,” ujar Agus.

Ia mengatakan, sejalan dengan transformasi digital di berbagai aspek perekonomian, pemerintah bersama Asosiasi Sistem dan Teknologi Tanpa Awak (ASTTA) tengah mendukung pengembangan industri drone.

Industri drone dalam negeri saat ini mampu mengembangkan dan memproduksi drone untuk berbagai keperluan seperti pengawasan, perkebunan, dan militer.

“Penguasaan teknologi ini menjadi keharusan untuk menjaga kedaulatan negara dan mendukung visi pemerintah di Indonesia 4.0,” paparnya.

Agus menyebut, industri penerbangan tanah air secara perlahan telah mampu mengaktifkan kembali pesawat yang sebelumnya grounded, akibat operasionalnya sempat terhenti karena terimbas Covid-19.

Namun, upaya itu tak bisa berlangsung secara instan, sehingga menyulitkan operator Indonesia untuk menambah kapasitas di saat permintaan pelayanan rute penerbangan terus naik setelah Covid-19 mereda dan penerbangan kembali banyak dibuka.

Hingga kini ada sekitar 180 pesawat yang di-grounded, 100 di antaranya berbadan ramping yang biasanya digunakan untuk rute domestik.

“Diperlukan sekitar satu tahun untuk menyelesaikan proses ini karena proses reaktivasi setiap pesawat membutuhkan waktu, serta terbatasnya jumlah slot yang tersedia di fasilitas perawatan pesawat. Selain itu, maskapai juga butuh waktu memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar biaya suku cadang dan perawatan yang diperlukan untuk re-aktivasi pesawat,” jelasnya.

Agus menyampaikan, pemerintah Indonesia melalui Masterplan Pengembangan Industri Nasional 2015 – 2035 telah menetapkan industri pesawat terbang menjadi salah satu industri prioritas nasional dengan fokus pengembangan pesawat baling-baling, industri komponen, dan industri MRO.

Penulis: Febriansyah | Editor: Febriansyah

Komentar

Ikuti Kami

Kami nalar, punya alasan informasi tak ditelan mentah. Mari, sama-sama bernalar.

Nalar.ID | Cerdas Menginspirasi